BE A GOOD LEADER

Adakah pemimpin yang tidak ingin dihormati oleh bawahannya? Adakah pemimpin yang ingin bawahannya “mbalelo” alias tidak melakukan apa yang diperintahkan? Dan adakah pemimpin yang mau memiliki bawahan yang menentang dia, tidak patuh, dan malah membuat pekerjaan makin sulit? Tentu saja pemimpin yang normal tidak akan ada yang mau.

Namun, seringkali, bawahan yang tidak “perform” seperti yang kita harapkan, bukanlah karena mereka ingin bersikap seperti itu. Dalam buku berjudul “Leaders and Self Deception” yang diulis oleh Gallup Organization, dikatakan bahwa 50% pemimpin tidak sadar bahwa penyebab munculnya masalah adalah diri mereka sendiri.

Artinya, kadang-kadang kepemimpinan kitalah yang kemudian menciptakan orang-orang yang sulit dipimpin. Jadi, sebelum marah-marah dan menyalahkan orang lain, bagaimana kalau kita pelajari 3 hal sederhana mengenai kepemimpinan yang efektif, siapa tahu dengan mengubah cara Anda memimpin, masalah menjadi terselesaikan dengan lebih mudah.

1. Lakukan Terlebih Dahulu

Sampai saat ini, budaya meminta dan menuntut lebih banyak ditemukan termasuk di dalam perusahaan. Pemimpin ingin didukung, dipedulikan, dipatuhi dan dihormati tetapi tidak melakukan sikap yang sama kepada bawahannya. Sebagai seorang pemimpin, sangat dibutuhkan tindakan inisiatif dan bergerak lebih dahulu karena dukungan dan penghormatan akan tercipta ketika Anda dengan konsisten melakukannya. Perlakukan bawahan Anda (atau tim Anda) seperti Anda ingin diperlakukan dan jadikan mereka sebagai rekan kerja Anda.

Seorang pakar kepemimpinan, Tim Elmore, berkata bahwa seorang pemimpin adalah seorang “tuan rumah”. Jika Anda sedang berkunjung ke rumah orang lain, siapa yang lebih aktif dan berinisiatif? Biasanya tuan rumah kan? Mereka akan lebih “serving” daripada si tamu. Begitu pula seorang pemimpin, seharusnya dia lebih aktif dan berinisiatif untuk melakukan lebih banyak dan lebih dulu, sehingga orang-orang yang ia pimpin bisa melihat bahwa bukan tanpa alasan Anda dijadikan pemimpin di atas mereka. Dengan demikian, akan muncul respek dan kemauan untuk mengikuti Anda.

2. Menciptakan Komunikasi yang Sehat

Banyak ditemukan komunikasi tak sehat yang terjadi antara bawahan dan atasan. Masih ada atasan yang lebih sering memberikan instruksi dan menagih target tanpa memperhatikan perkembangan dan hambatan yang dialami oleh bawahan. Bagaimanapun, seorang manusia tetap selalu ingin diperlakukan sebagai manusia.

Budaya kerja yang terlalu industrialis kadang-kadang menempatkan karyawan sebagai robot pekerja yang hanya dituntut hasil tanpa diperdulikan sisi kemanusiaan personalnya. Banyak sekali dijumpai atasan-atasan yang bahkan menganggap semua urusan personal ,perasaaan, dan hubungan adalah hal yang menghambat kinerja dan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.

Padahal, komunikasi yang sehat hanya bisa terbangun ketika kita concern dengan kehidupan di luar pekerjaan sang karyawan. Ketika kita bisa menyentuh sisi kemanusiaan bawahan, kita akan lebih mudah untuk mendiskusikan urusan pekerjaan, sehingga mungkin kita tak perlu lagi “menendang-nendang” si bawahan untuk bergerak.

3. Fokus ke Solusi

Setiap masalah dalam tim atau perusahaan Anda, tanggung jawab dan keputusan terakhir tetap ada di tangan Anda. Susahnya, banyak atasan ketika terjadi masalah, mereka hanya bisa marah, mencari siapa yang salah, dan memberikan tuntutan lebih banyak lagi. Padahal, seseorang dijadikan pemimpin karena dianggap lebih solutif daripada yang lain.

Ketika keadaan menjadi sulit, orang akan melihat dan bergantung pada pemimpin, itu sebabnya Anda harus melatih diri menjadi seorang “solution maker”. Anda boleh saja menegur, marah, dan mengingatkan, namun jangan lupa bahwa solusi harus selalu ada. Bawahan akan lebih menerima kemarahan dan teguran Anda ketika mereka bisa melihat bahwa Anda datang dengan solusi.

Jika orang lain yang malah lebih punya solusi dari Anda, bukankah seharusnya dia yang menjadi pemimpin?

So… Selamat menikmati menjadi pemimpin yang berkualitas!


Bagaimana Level EQ Orang Indonesia?

Ini adalah pertanyaan yang sangat sering diajukan kepada saya dalam berbagai seminar, workshop, maupun training Kecerdasan Emosi (EQ) yang saya bawakan. Namun sebelum saya menjawab pertanyaan ini, ada beberapa hal yang mesti saya jelaskan dulu sebelumnya, agar Anda yang membaca artikel ini tidak salah paham.

Beberapa klarifikasi awal saya adalah:

1. Sampai saat ini belum ada survey atau riset yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk mengukur sampai seberapa level Kecerdasan Emosi (EQ) di Indonesia. Selain karena mencari metode dan alat ukur EQ yang akurat adalah hal yang tidak mudah, juga budaya riset di Indonesia memang harus diakui belum terlalu berkembang.

2. Mengukur level EQ masyarakat Indonesia tidak semudah mengukur level EQ kebanyakan negara lain. Mengapa? Karena keragaman bangsa Indonesia yang sungguh amat luas, besar, dan variatif. Ambil contoh saja, mengukur level EQ negara akan sangat mudah karena negara mereka hanyalah sebuah kota dengan ragam budaya yang hanya ada 3 mainstream (india,melayu,cina). Begitu pula dengan Malaysia yang juga hanya memiliki 2 pulau besar. Sedangkan Indonesia? Mengukur level EQ di Jawa mungkin hasilnya akan sangat berbeda dengan pengukuran di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan berbagai daerah lain. Sehingga untuk menyebutkan kata “level EQ Indonesia” menjadi lebih sulit karena kemudian kita bertanya-tanya, apakah Jawa mewakili Indonesia? Ataukah ketika semua hasil dikumpulkan dan di’rata-rata’kan, itu akan cukup representatif untuk mewakili Indonesia secara keseluruhan?

3. EQ sendiri tidak melulu berbicara mengenai anger management atau stress management. EQ tidak melulu cuma bicara mengenai menahan marah, menjadi sabar, atau lebih empatik. Ada beberapa komponen yang membentuk EQ secara keseluruhan. Maka ketika kita menemukan seseorang yang sering marah, kita tak bisa serta merta menyebutnya sebagai orang yang EQnya rendah karena masih ada komponen-komponen lain yang harus dilihat. Disinilah orang seringkali salah menilai dan mengukur EQ.

Nah, maka berdasar klarifikasi di atas, setidaknya saya akan mencoba menjawab pertanyaan “seberapa cerdaskah EQ masyarakat Indonesia?”

Sekali lagi, analisa saya tentu bukanlah hal yang absolut dan bisa digunakan secara ilmiah, namun, sebagai orang yang belajar EQ selama 8 tahun terakhir ini, setidaknya dari pengalaman di lapangan, ada beberapa indikasi kualitatif yang bisa kita pakai untuk melihat gambaran EQ masyarakat Indonesia.

Untuk membuat Anda lebih mudah memahaminya, saya akan menggunakan salah satu indikator yang paling banyak digunakan dan paling besar porsinya untuk menganalisa level EQ seseorang, yaitu:

IMPULSE CONTROL

Semua pakar EQ dunia, mulai dari Daniel Goleman, Peter Salovey, Reuben Baron, hingga lembaga pengembang EQ terbesar dunia macam TalentSmart dan Six Seconds setuju bahwa salah satu elemen terpenting dalam EQ adalah skill untuk melakukan Impulse Control. Apakah yang disebut dengan Impulse Control ini? Inilah kemampuan untuk mengendalikan desakan-desakan atau hasrat untuk melakukan sesuatu yang muncul secara menggebu-gebu.

Contohnya, ketika Anda marah, Anda dengan segera berhasrat untuk menunjukkan kemarahan Anda (bisa dengan ngomel, teriak, memukul, atau apapun), kondisi seperti itulah yang disebut dengan “impulse” Anda sedang menggelora. Bukan cuma marah, bisa juga ketika Anda lapar, tiba-tiba Anda melihat steik seharga 300 ribu rupiah dan Anda begitu menggebu-gebu ingin membelinya meski Anda tahu bahwa uang Anda cukup terbatas. Saat itulah impulse Anda sedang bergelora juga.

Atau, ketika Anda pacaran dan sedang berada dalam nuansa romantis, lalu tiba-tiba nafsu seksual Anda bangkit dan ingin mengajak (maaf) ML pacar Anda, saat itu impulse Anda juga sedang bergelora. Dan contoh lain, ketika Anda sedang jalan-jalan di mal dan melihat SALE bertebaran, lalu Anda ingin sekali melakukan shopping tak terencana. Saat itulah impulse Anda bergelora.

Konon, orang yang EQnya cerdas, mampu memasang “kendali” atas impulse mereka. Penelitian Marshmallow Test membuktikan bahwa mereka yang memiliki impulse control, masa depannya 2-4 kali lebih bahagia dan lebih baik daripada mereka yang impulse controlnya lemah.

Maka, berdasar indikator pertama ini, menurut Anda, seberapakah impulse control orang Indonesia? Bagaimana dengan gejala para pengemudi di jalanan yang mudah sekali hilang kendali dan melakukan kekerasan di jalanan? Bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang susah menahan diri untuk beli gadget baru dan tergolong konsumtif terhadap barang apapun? Bagaimana dengan pejabat negri ini yang mudah sekali dan tanpa punya rem untuk memuaskan nafsu korupsi mereka? Bisakah ini menjadi indikasi bahwa cukup banyak masyarakat kita yang impulse control’nya rendah?

Bagaimana dengan kebanyakan masyarakat kita yang belum bisa menerima perbedaan dan dengan segera “menantang” orang/pihak lain yang berseberangan dengan mereka? Bagaimana pula dengan banyaknya aksi sok hebat dan pamer kekuasaan oleh orang-orang yang baru saja naik levelnya sedikit, bukankah ini juga indikasi ketidakmampuan mereka menahan impulse mereka untuk show off?

Dengan satu indikator ini saja, kita bisa punya gambaran seperti apa kurang lebih kecerdasan emosi kebanyakan masyarakat Indonesia. Belum lagi kalau saya berbicara tentang indikator lain seperti level confident, level empati, level asertiftas, level self awareness, level social awareness, maupun level consequential thinking mereka.

Tentu saja, saya bukan menjelekkan bangsa Indonesia, karena saya sendiri juga orang Indonesia. Namun artikel ini ditulis, untuk menunjukkan betapa EQ adalah PR utama yang perlu diselesaikan untuk bangsa ini. Kecerdasan Emosi (EQ) harusnya menjadi “kurikulum” wajib untuk proses pendidikan. Bukan hanya di sekolah, tapi juga oleh orang tua kepada anak, atasan kepada bawahan, penjual dan konsumen, termasuk juga dalam proses politik, budaya berorganisasi, budaya berkomunikasi, dan juga budaya kita beragama.

Marilah dimulai dari diri kita sendiri untuk meng’upgrade level EQ kita

-Josua Iwan Wahyudi
@josuawahyudi


“Kapan Saya Dipromosi?!”

“Saya sudah bekerja 8 tahun tapi tetap saja masih jadi supervisor sedangkan karyawan yang baru saja bekerja 4 tahun sudah dipromosikan menjadi manajer. Manajemen perusahaan tidak adil, tidak memperhatikan karyawan-karyawan yang sudah bekerja lebih lama seperti saya. Saya merasa kinerja saya selama ini tidak dihargai oleh perusahaan”

Sering mendengar pernyataan ini? Atau itu juga yang Anda rasakan?  Sebagai profesional yang lebih dulu masuk dalam perusahaan dan lebih lama bekerjanya, kita kadang merasa jerih payah kita tidak dihargai oleh perusahaan dibandingkan dengan karyawan yang baru masuk tapi posisinya sudah lebih cepat naik.

Apakah Anda ingin ada peningkatan karir di tahun 2014 ini? Saatnya memperhatikan apa yang menjadikan seseorang tidak mengalami promosi sesuai harapannya. Dengan mengetahui penyebabnya, Anda bisa segera memperbaiki dan meningkatkannya.
.

PARADIGMA

Dari kecil kita hidup di budaya senioritas baik itu di sekolah, keluarga, dan budaya. Mereka yang lebih tua atau lebih lama hidupnya maka mereka dianggap lebih berpengalaman ketimbang  mereka yang usianya lebih muda. Tanpa di sadari, hal ini terbawa di dalam benak kita ketika kita masuk dalam dunia kerja. Kita perlu sadar bahwa kriteria yang digunakan dengan berdasarkan berapa tahun bekerja tidak lagi berlaku di jaman sekarang.

Kompetisi dan pergerakan perusahaan sudah semakin cepat dan kompetitif. Perusahaan lebih berfokus kepadakinerja, prestasi dan kontribusi yang bisa diberikan seorang karyawan. Berapa lamanya bekerja tidak lagi suatu ukuran yang bisa digunakan untuk menunjukkan suatu prestasi. Sehingga, jika Anda masih saja membangga-banggakan lama pengalaman Anda, atau senioritas usia, tanpa melakukan “improvement” pada area kinerja dan kontribusi, maka bersiap-siaplah untuk disalip oleh orang lain.
>

SKILL

Pernah mendengar atau melihat orang yang menurut Anda hard skill nya tidak lebih baik dari pada Anda tapi diberi kesempatan untuk naik posisi atau diberi tanggung jawab lebih besar dari Anda? Pernahkah Anda bertanya, kenapa orang tersebut bisa diberi kesempatan? Di dalam dunia kerja tidak hanya dibutuhkan hard skill tapi juga soft skill seperti kemampuan bekerja sama dengan orang lain, memimpin, ketahanan dalam menghadapi tekanan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memiliki respon yang positif ketika menghadapi tantangan, dan masih banyak softskill lainnya.

Jam terbang hard skill tidak bisa menjadi ukuran untuk Anda bisa di promosi jika tidak diimbangi peningkatan kemampuan soft skill Anda, kecuali memang bidang kerja Anda sangatlah teknis dan tidak banyak berhubungan dengan manusia. Namun, semakin tinggi sebuah posisi / jabatan, biasanya justru dituntut softskill yang lebih ahli dan lebih luas. Itu sebabnya, jangan melulu mengasah kemampuan teknis Anda, tetapi mulailah juga meningkatkan softskill Anda.
.

MENTALITAS

Mentalitas yang hanya mau melakukan sesuai permintaan saja, adalah mentalitas yang tidak bisa Anda gunakan jika Anda ingin dipromosi. Contoh mentalitas seperti ini bisa terungkap dengan pernyataan semacam, “buat apa selesaiin cepat-cepat, toh dibayarnya juga sama”.

Banyak orang tidak menyadari, ketika kita bekerja di perusahaan, kita sedang menjual keterampilan kita meski mendapatkan income yang sama setiap bulannya. Kalau Anda ingin adanya perubahan dari posisi dan income, maka Anda harus meningkatkan kualitas Anda dan menjadi lebih produktif.

Perlu disadari bahwa setiap posisi memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Seorang staf tidak bisa tetap menggunakan kapasitasnya sebagai staf untuk menjadi seorang supervisor. Anda tidak bisa menggunakan kapasitas Anda sekarang untuk menerima posisi yang lebih tinggi jika kapasitasnya juga tidak disesuaikan. Tingkatkan (dan jika perlu, lebihi) kapasitas Anda sesuai dengan target posisi yang Anda inginkan!

Selamat mendapatkan promosi di tahun ini!


INISIATIF: Pintu Sukses Karir

Bagi Anda yang memilih untuk mengejar kesuksesan melalui jalur karir sebagai karyawan profesional, Anda harus cukup familiar dengan kata “inisiatif”. Percaya tak percaya, jika Anda merumuskan indikator-indikator keberhasilan yang melekat pada semua orang sukses di seluruh dunia, Anda akan menemukan kriteria “inisiatif” ini di lebih dari 80% orang-orang hebat itu.

Bahkan, bukan hanya sekedar dalam dunia karir di perusahaan saja, sebenarnya kesuksesan dalam dunia entrepreneur, komunikasi, maupun kesuksesan berkeluarga sekalipun, semuanya membutuhkan sebuah inisiatif yang produktif.

Saya seringkali menjumpai bahwa orang yang menjadi pemimpin dan memiliki pengaruh besar, belum tentu orang yang paling pintar atau paling cakap, melainkan mereka yang lebih punya inisiatif untuk bertindak lebih dahulu. Saya menemukan banyak sekali orang-orang hebat yang karirnya segitu-segitu saja dikarenakan mereka terlalu pasif, baik pasif mengungkapkan pendapat, pasif menyongsong tanggung jawab, pasif dalam pergaulan, pasif dalam menawarkan solusi, dan berbagai macam pasif lainnya.

Lihatlah, dengan berinisiatif saja, sebenarnya Anda sudah 2 langkah lebih maju dari orang lain. Mengapa demikian? Karena dunia ini diisi oleh 60-70% orang yang pasif. Jadi, dengan menjadi inisiatif, Anda sudah membuka peluang Anda untuk maju lebih cepat dari orang-orang pada umumnya.

.

3 LANGKAH MENUMBUHKAN INISIATIF
.

1. Atasi Ketakutan-ketakutan Anda

Salah satu alasan seseorang menjadi pasif karena dia dihentikan oleh banyak ketakutan. Ada yang takut salah, takut malu, takut dibilang cari muka, takut nanti dipermalukan, takut gagal, dan berbagai ketakutan lainnya. Menurut hemat saya, sebuah usaha yang pasti gagal adalah usaha yang tak pernah Anda lakukan sama sekali. Artinya, jika inisiatif Anda memiliki resiko gagal atau menciptakan hal negatif, sebenarnya inisiatif Anda juga berpeluang menuai hasil positif juga. Anda takkan pernah tahu tanpa mencobanya. Jadi, daripada mencoba hal yang jelas-jelas gagal (yaitu ketika Anda pasif), bukankah lebih baik mencoba hal yang ada kemungkinan berhasil (dengan menjadi insiator)?

2. Lihatlah Kebutuhan yang Tak Terjawab

Latihlah intuisi untuk melihat kebutuhan-kebutuhan di sekitar Anda. Entah itu kebutuhan saat berkomunikasi, kebutuhan organisasi Anda, kebutuhan atasan Anda, kebutuhan pengembangan jobdesc Anda, kebutuhan penyempurnaan sistem kerja, atau kebutuhan apapun. Jika Anda mulai bisa melihat adanya kebutuhan-kebutuhan, maka itu artinya benih inisiatif sudah muncul, langkah berikutnya adalah Anda harus mulai BERTINDAK memberikan solusi untuk memenuhi kebutuhan itu.

3. Lakukan LEBIH Dari Rata-rata

Mulailah melihat apa yang bisa Anda lakukan lebih daripada yang bisa dilakukan orang lain. Dengan menemukan hal-hal “extra” yang bisa Anda tambahkan dalam pekerjaan, hubungan, maupun karya Anda, sebenarnya Anda sedang melatih intuisi inisiatif Anda. Hanya para inisiator yang mampu memberikan hal-hal lebih.

Selamat berinisiatif!
.

Josua Iwan Wahyudi
Master Trainer EQ Indonesia
@josuawahyudi


Waspadai Text Communication!

Sebagai pakar Kecerdasan Emosi (EQ) selama  bertahun-tahun, saya mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan komunikasi manusia, baik dalam organisasi, pekerjaan, maupun kehidupan sehari-hari, saya menjumpai ada beberapa problem komunikasi yang menjadi akar munculnya masalah dan herannya problem ini terus berulang-ulang seolah-olah hampir tak ada orang yang menyadari bahwa itu adalah sebuah masalah.

Dalam workshop Communication Skill yang saya adakan, ada salah satu sesi yang secara khusus membahas mengenai Text Communication atau berkomunikasi dengan menggunakan tulisan (teks). Dalam sesi ini saya selalu mengatakan bahwa “berkomunikasi dengan tulisan saja, adalah salah satu bentuk level komunikasi TERENDAH!”

Apa yang saya maksudkan sebagai level komunikasi terendah? Artinya berkomunikasi hanya dengan menggunakan teks saja, sangat rentan terhadap munculnya kesalahpahaman. Itu sebabnya, untuk hal-hal yang sifatnya penting dan urgent, saya tak pernah menyarankan untuk dikomunikasikan dengan menggunakan tulisan (kecuali dengan alasan yang amat sangat terpaksa).

Masalahnya, adanya SMS, email, BBM, dan social media membuat kita semakin malas berkomunikasi langsung dan lebih memilih “jalan pintas” yang cepat dan mudah (bahkan murah) dengan menggunakan pesan-pesan teks.

.

Setidaknya, ada 3 alasan mengapa komunikasi menggunakan teks bisa menjadi sangat berbahaya dan rentan terhadap terjadinya miskomunikasi:
.

1. TULISAN TAK BERNADA

Di dalam tulisan sama sekali tidak ada intonasi dan nada. Siapa yang menjadikannya berintonasi dan bernada? Tentu saja si pembaca! Artinya, Anda menyerahkan sepenuhnya control persepsi isi pesan kepada pembaca. Tentunya, dengan adanya tanda baca dan beberapa symbol tulisan bisa menolong kita untuk membuat pembaca mengarah pada intonasi tertentu. Tapi masalahnya, tidak semua orang (bahkan hanya sedikit orang) yang punya skill untuk mengolah tulisan hingga menjadi bernada dan “hidup”

Belum lagi kalau Anda memakai SMS, BBM, dan ruang media yang membatasi jumlah karakter tulisan Anda, maka kita cenderung melupakan semua tanda baca dan persepsi orang yang membacanya. Disinilah banyak mispersepsi terjadi.
.

2. TULISAN TAK BEREKSPRESI

Anda tak pernah bisa menebak bagaimana perasaan dan ekspresi emosional sang penulis. Bisa saja dia menuliskan seolah-olah marah, padahal sebenarnya dia biasa saja. Atau sebaliknya, bisa saja tulisannya seolah-olah dia tidak apa-apa, padahal dia sebenarnya marah. Inilah kelemahan komunikasi lewat tulisan. Dengan bertatap muka, atau minimal hanya mendengar suara saja, kita jauh lebih mudah untuk menebak bagaimana reaksi emosional dan isi pikiran lawan bicara kita yang sesungguhnya.

.

3. TULISAN TERBATAS RUANG DESKRIPSINYA

Mendeskripsikan sesuatu lewat tulisan dibutuhkan sebuah skill khusus. Itu sebabnya tidak semua bisa menjadi penulis dan bahkan ada jabatan atau profesi Copywriter yang pekerjaannya memang merancang sebuah tulisan dan kalimat yang seefektif mungkin dalam menyampaikan suatu informasi. Tentu saja dalam komunikasi sehari-hari di pekerjaan dan hidup Anda, mustahil untuk menyewa “copywriter pribadi” untuk menuliskan semua pesan Anda. Itu sebabnya kadangkala SMS singkat yang sederhana saja bisa menjadi sumber konflik karena tak mampu mendeskripsikan apa isi pikiran kita sebenarnya.
.

Meski tulisan sangat menolong kita berkomunikasi, seperti Anda sedang membaca tulisan saya saat ini. Namun, tetap saja penggunaan tulisan dalam berkomunikasi membutuhkan perhatian dan harus diwaspadai agar tidak menjadi masalah.

Self awareness adalah salah satu kompetensi Kecerdasan Emosi (EQ). Menerapkan EQ dalam komunikasi teks sangatlah sederhana, cukup sadari dan waspadai apa yang Anda tulis dan perkirakan apakah tulisan itu bisa dipersepsikan secara benar dan tepat oleh tipikal orang yang membaca pesan Anda. Let’s emotionally smart!

.
by Josua Iwan Wahyudi
Master Trainer EQ Indonesia
follow @josuawahyudi


Atasi Ketakutan dengan EQ

Baru saja saya sedang browsing dan menemukan banyak fakta menarik. Dari fakta-fakta itu, saya tergoda untuk mengeksplorasi lebih jauh dan menarik makna pembelajaran darinya.

Salah satu fakta menarik yang saya temukan adalah: Thomas Alfa Edison, sang penemu bohlam lampu yang sangat ternama itu, ternyata memiliki masalah dengan kegelapan. Thomas takut gelap! Mengetahui fakta ini membuat kita dengan segera berkata, “Pantas saja dia berusaha sekuat itu untuk menemukan cahaya!”

Tapi jika kita telaah lebih jauh dan dikaitkan dengan konsep Kecerdasan Emosi (EQ), maka ini menjadi sebuah pembelajaran yang menarik. Dalam setiap kelas seminar dan workshop Kecerdasan Emosi (EQ) yang saya bawakan, saya memberikan definisi saya terhadap arti Cerdas Emosi:

“Kemampuan untuk MENYADARI dan MEMBERDAYAKAN perasaan-perasaan KITA SENDIRI maupun ORANG LAIN, untuk memberikan hasil yang lebih produktif.”

Banyak sekali definisi Kecerdasan Emosi (EQ) yang membingungkan dan rumit sehingga membuat kita sulit sekali memahami apa arti sesungguhnya dari orang yang cerdas emosi.

Jika memakai definisi yang saya kemukakan, maka kita bisa mengatakan bahwa Thomas Alfa Edison berhasil menerapkan salah satu kompetensi EQ, yaitu keberhasilannya dalam MEMBERDAYAKAN rasa takutnya terhadap gelap.

Banyak orang ketika ia merasa takut terhadap sesuatu, rasa takut itu justru menguasai dia sehingga ia tak mampu melakukan apa-apa dan akhirnya rasa takut itu menghancurkan hidupnya. Misalnya, ada orang yang takut gagal ketika disuruh presentasi dalam bahasa inggris, sehingga setiap kali dia akan menolak dan menghindari pekerjaan presentasi atau klien yang berbahasa inggris.

Sementara, ada segelintir orang yang karena takut gagal saat presentasi bahasa inggris, ia segera mengambil waktu untuk belajar bahasa inggris secara intens dan berulang-ulang melatih presentasi berbahasa inggris. Tentu saja, orang kedua ini akan memberikan hasil yang lebih produktif karena ia berhasil “memanfaatkan” rasa takutnya untuk mengasah kemampuan presentasi bahasa inggrisnya.

Contoh lain, ada orang yang takut ditolak cewek maka ia sampai selamanya tak mau mendekati cewek dan selalu menghindari pertemanan dengan cewek. Sementara, beberapa orang karena takut ditolak cewek, mereka berusaha belajar, mengubah diri, dan meng’grade berbagai hal. Artinya, melalui rasa takut yang sama, ada orang yang tidak berbuat apa-apa, sementara sebagian orang menggunakan rasa takut itu untuk membuat dirinya menjadi lebih baik.

Inilah yang disebut dengan Kecerdasan Emosi (EQ). Inilah yang disebut dengan MENYADARI dan MEMBERDAYAKAN perasaan diri-sendiri untuk hasil yang lebih produktif.

Sekarang, apa ketakutan Anda? Lalu cobalah pikirkan, tindakan apa yang bisa Anda lakukan untuk mengalahkan ketakutan itu sekaligus memberikan hasil yang produktif?

by Josua Iwan Wahyudi
Master trainer EQ indonesia
follow @josuawahyudi


Mengatur Mood dengan EQ

Berapa kali Anda batal melakukan sesuatu yang penting hanya karena sedang “nggak mood”?

Kalau Anda gemar membaca buku mengenai EQ (kecerdasan Emosi0, mengikuti seminar EQ, training EQ, atau workshop EQ. Intinya, jika Anda adalah EQ mania, mungkin Anda sudah memahami bahwa 80% perilaku kita sebenarnya dikendalikan oleh perasaan-perasaan yang bergentayangan di hati kita.

Itu sebabnya, konon orang yang memiliki tingkat EQ yang bagus adalah mereka yangmampu mengarahkan perasaan-perasaan di dalam hati untuk menjadi lebih produktif. Menjadi orang yang dikendalikan oleh mood jelas sekali menunjukkan bahwa “jurus” EQ Anda belum cukup kuat untuk menghadapi (bahkan) mood Anda sendiri!

Meski terlihat mirip, emosi dan mood memiliki karakteristik yang berbeda.

Emosi adalah sebuah luapan perasaan yang muncul dengan intensitas kuat dan biasanya hanya bersifat temporer. Sementara, mood adalah perasaan yang menjadi “ekor” atau muncul mengikuti setelah si emosi hilang. Contoh, Anda dikageti oleh teman Anda. Emosi yang muncul adalah kaget, atau bisa juga takut. Tapi setelah kaget dan takut itu hilang, ada perasaan gelisah atau kesal atau malas yang “mengekor” dan menjadi mood Anda.

Mood biasanya bersifat lebih tahan lama dan umumnya, mood lebih banyak mempengaruhi keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan Anda.

Sayangnya, kebanyakan EQ trainer dan training EQ maupun buku EQ selama ini banyak berfokus pada bagaimana mengelola dan mengatur emosi tapi sedikit melupakan bagaimana mengatur mood kita. Padahal, mood jelas sekali lebih “menantang” untuk dikelola dan lebih kuat dalam mengendalikan kualitas dan produktifitas hidup seseorang. Saya sendiri dalam kelas workshop EQ bahkan memberikan 1 sesi khusus mengenai Mood Management.

.

.

Sebenarnya, untuk melakukan mood management ada 2 jalur yang bisa dilakukan. Jalur pertama adalah jalur langsung yang berfungsi untuk langsung menginterupsi mood Anda saat itu juga. Sedangkan jalur kedua adalah jalur tak langsung yang mempengaruhi mood Anda tanpa Anda sadari dan hasilnya berupa perubahan perlahan-lahan. Keduanya harus kita kuasai, namun akan sangat panjang dan lebar menjelaskan semuanya dalam artikel ini. Saya anjurkan Anda mengikuti kelas training EQ saya.

Berikut ini adalah 5 hal sederhana yang bisa Anda lakukan mulai sekarang untuk memperbaiki mood Anda dan menciptakan kondisi mood yang produktif secara permanen.

.

1. Apa Referensi Masa Lalu Anda?

Banyak sekali orang yang tidak sadar bahwa pola mood mereka sangat terpengaruhi oleh  apa isi rekaman referensi masa lalu di dalam pikiran mereka. Semua informasi dan pengalaman masa lalu turut membentuk pola-pola mood kita. Itu sebabnya orang yang belum membereskan masa lalunya yang penuh dengan hal negatif akan cenderung memiliki mood  yanga tak produktif, atau cenderung memiliki mood yang tak stabil.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Mulailah mengisi memori Anda dengan rekaman-rekaman yang positif. Membaca buku, nonton film, dan membicarakan hal-hal yang baik akan menolong memperbaiki mood kita secara permanen. Ini memang usaha yang perlahan namun hasilnya pasti. Anda tak bisa membaca 10 halaman buku dan berharap langsung berada di wilayah mood yang produktif terus-menerus. Tetapi jika Anda membaca 10 halaman buku yang positif setiap hari selama setahun, kemungkinan pola mood Anda akan mulai berubah!

.

2. Bagaimana dengan Pola kesehatan Anda?

Bukanlah rahasia lagi, semua trainer EQ dan orang yang belajar EQ tahu bahwa kondisi fisik sangat mempengaruhi perasaan seseorang. Itu sebabnya orang yang sedang lapar, ngantuk, kelelahan, atau bahkan sakit, biasanya kondisi perasaannya tak menentu dan mudah sekali terpicu menjadi emosional. Dengan demikian, untuk menjaga mood kita sering berada di zona produktif, maka menjaga pola makan, pola istrirahat, dan pola olah raga menjadi sangat penting.

.

3. Music is very important!

Musik adalah bahasa bawah sadar yang sangat kuat. Musik dengan cepat bisa melewati titik kritis dan mempengaruhi mood kita. Itu sebabnya membiarkan diri Anda mendengarkan musik yang tidak memberdayakan bisa mempengaruhi kondisi mood Anda. Mulai sekarang, aturlah mood Anda dengan sengaja menyiapkan lagu-lagu yang bisa membuat Anda bersemangat di sepanjang perjalanan Anda atau ketika Anda bekerja. Meskipun ini tampak sepele, namun sungguh memberikan hasil yang siginifikan.

.

4. Waspadai Kondisi Ruangan

Sebagai orang yang pernah belajar arsitektur, saya benar-benar paham bahwa setiap manusia mudah terpengaruh perasaannya oleh kondisi sebuah ruangan. Peletakkan dan pengaturan interior sebuah ruangan sangat menentukan mood para penghuni di dalamnya. Itu sebabnya desainer yang pandai tahu betul bagaimana memadukan warna dan meletakkan barang agar tercipta suasana dan mood yang diharapkan.

Tentu saja Anda tak perlu merombak ruang kerja Anda. Yang bisa Anda lakukan adalah rapikan dan buatlah menjadi teratur. Survey dengan absolut menyatakan bahwa ruangan yang berantakan membuat seseorang lebih malah bekerja, lebih sulit berpikir, dan lebih tidak produktif ketimbang ruang kerja yang rapi, bersih, dan teratur. Ruang kotor dan berantakan akan membuat mood Anda juga ikut berantakan.

.

5. Siapa Teman Bergaul Anda?

para pakar EQ juga setuju bahwa perasaan adalah sesuatu yang menular. Bahkan pakar EQ juga setuju bahwa perasaan memiliki energi yang teradiasikan ke sekitar kita. Jika Anda sering bergaul dengan oarang-orang yang moodnya tak produktif, maka Anda akan cenderung “tertular” pola-pola mood mereka. Begitu pula sebaliknya, jika orang-orang di sekitar Anda memiliki mood yang sehat dan produktif, Anda akan cenderung tertular menjadi sehat dan produktif juga.

Jadi, cara termudah untuk mengubah mood Anda adalah, segera tinggalkan orang yang moodnya tidak produktif dan segeralah temui rekan-rekanmu yang memiliki energi positif dan luangkanlah waktu bersama mereka sejenak, biasanya itu bisa memperbaiki mood kita sampai level netral.

.

article by
JOSUA IWAN WAHYUDI
Master Trainer EQ Indonesia
International Certified EQ Practitioner from Six Seconds USA

follow him @josuawahyudi


Macro & Micro TIME Management

Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta akan dengan jelas memperlihatkan kepada kita bahwa waktu menjadi sebuah komoditi yang sangat mahal. Dinamika bisnis, globalisasi, ketatnya persaingan, dan perubahan gaya hidup membuat kita mau tidak mau dituntut untuk bertindak segalal sesuatunya dengan cepat. Belum lagi kemacetan kota Jakarta membuat kita kehabisan waktu.

Maka, pernyataan di atas sungguhlah amat sangat tepat. Siapa yang bisa melakukan time management dengan cerdas, dia akan menguasai kehidupannya dan menikmati lebih banyak ketimbang orang lain.

Kesuksesan hidup kadangkala sama sekali tidak ditentukan oleh skill dan keahlian seseorang. Banyak sekali orang yang sangat berbakat, penuh potensi kehebatan dan bahkan juga sangat ahli bidang tertentu tapi entah kenapa mereka tidak menghasilkan sebanyak orang biasa. Jawabannnya sederhana, kunci produktifitas bukan hanya sekedar di skill saja, melainkan juga bagaimana melakukan time management.

Banyak yang bertanya kepada saya, bagaimana caranya seorang Master Trainer EQ Indonesia yang sibuk memberikan pelatihan disana-sini, masih sempat menelurkan modul-modul pelatihan yang baru dan bahkan masih sempat menulis buku? Apakah saya tidak tidur dan terus bekerja siang malam?

Tidak, saya masih sempat menikmati hang out bareng teman-teman, nonton film kesukaan saya, bahkan masih sempat juga tidur siang! Dan juga semua pekerjaan saya diselesaikan dengan excellent dan terus meningkat baik secara kualitas maupun kuantitasnya setiap tahun!

Melalui artikel kali ini, saya akan menjelaskan fundamental penting bagaimana melakukan time management.

Secara umum, ada 2 jenis pengaturan yang perlu kita lakukan. Pengaturan MAKRO adalah pengaturan terhadap sesuatu yang sifatnya jangka panjang, gambaran besar, dan konsep dasarnya. Pengaturan MAKRO adalah mengatur kemana dan kenapa kita akan menggunakan waktu kita. Apa alasan penggunaan waktu kita. Sedangkan pengaturan MIKRO adalah mengatur bagaimana dan kapan waktu itu digunakan untuk mencapai tujuan dan alasan yang kita canangkan pada pengaturan MAKRO

MACRO TIME MANAGEMENT

Pengaturan waktu makro berbicara mengenai apa prioritas Anda, apa target jangka panjang dan jangka pendek Anda, apa hasil yang Anda inginkan, dan apa saja action list  yang harus dilakukan demi mencapai target Anda.

Contoh: prioritas hidup Anda adalah kesehatan. Target jangka panjang Anda adalah menurunkan berat badan hingga ideal. Target jangka pendeknya menurunkan berat 3 kg selama 1 bulan ini. Action list Anda adalah: menjaga pola makan teratur, olahraga teratur, memiliki pola tidur teratur, dan mengurangi stres pekerjaan yang berlebihan.

Tanpa memiliki macro management  yang jelas, kita tidak akan punya panduan dalam mengatur kegiatan dan waktu kita.

MICRO TIME MANAGEMENT

Pengaturan waktu mikro sudah berbicara mengenai bagaimana strategi detail pelaksanaan dari action list itu. Melanjutkan kasus di atas sebagai contohnya, maka micro management akan menjadi:

meluangkan ke gym seminggu 3 kali selama minimal 60 menit. Mengatur waktu tidur maksimal jam 23.00 dan bangun selambatnya jam 06.00. Menetapkan waktu makan pagi, makan siang, dan makan malam yang tetap dan membatasi jam kerja hanya sampai jam 18.00.

Berdasarkan hasil micro management inilah kita memasukkan hasilnya ke agenda mingguan kita.

Nah, untuk memaksimalkan semua aktifitas dan waktu yang diberikan kepada Anda, mulailah dengan membuat Macro Management Anda dan kemudian menerjemahkannya kepada aplikasi dalam bentuk Micro  Management dan kemudian mulai memplot jadwal-jadwal Anda. Dengan demikian, Anda akan terus bergerak kepada tujuan yang Anda inginkan dan kemungkinan untuk membuang waktu untuk hal-hal yang tak Anda harapkan bisa ditanggulangi.

Article by
JOSUA IWAN WAHYUDI
Master Trainer EQ Indonesia
International Certified EQ Practitioner from Six Seconds USA

follow him @josuawahyudi


5 Rahasia TOP PERFORMER

Pengalaman saya selama bertahun-tahun menjadi Master EQ Trainer dan sudah ngobrol dengan berbagai level karyawan dalam bervariasi industri perusahaan. Saya menemukan bahwa jumlah TOP PERFORMER dalam sebuah perusahaan umumnya hanya berkisar di angka 10%.

Perusahaan yang memiliki karyawan TOP Performer dengan angka di atas 10%, secara otomatis akan menjadikan perusahaan itu pemimpin pasar (tentunya jika memiliki sistem dan budaya yang mendukung para Top Performer ini bisa berkontribusi).

Para TOP Performer ini bukan hanya sekedar orang yang memiliki kompetensi teknis yang unggul, melainkan mereka juga menjadi “nyawa” perusahaan dalam memaintain inovasi, semangat, motivasi, dan agresifitas dalam memenangkan pasar. Tidaklah heran jika perusahaan siap menggelontor mereka dengan banyak reward dan bonus untuk mempertahankan mereka tetap stay di perusahaan. Tentu saja ada beberapa pemimpin perusahaan yang bodoh dan arogan yang dengan sombongnya melepaskan para TOP Performer mereka, tidak menghargai kejeniusan mereka, dan bahkan malah ada yang dengan sengaja menyingkirkan mereka.

Tidak heran jika di kemudian hari, para TOP Performer ini malah jadi saingan yang merepotkan mereka. Benarlah statemen berikut ini:

Nah, sekarang pertanyaannya, bagaimana RAHASIA menjadi para TOP Performer ini? Bagaimana membuat perusahaan bergantung pada Anda dan bukan sebaliknya?

Setidaknya ada 5 ciri-ciri alamiah yang dibawa oleh para TOP Performer dalam “darah” mereka. Entah kenapa, para TOP Performer secara otomatis akan langsung bisa memisahkan diri dari kumpulan karyawan biasa. Leader yang jeli biasanya dengan mudah akan bisa menangkap perbedaan mereka.

Bayangkan, jika Anda mampu menguasai 5 hal ini, maka secara otomatis, Anda pun akan memisahkan diri dari kumpulan karyawan biasa dan mulai masuk dalam lingkaran para TOP Performer. Inilah 5 hal yang mereka selalu lakukan secara alami sebagai bagian dari cara hidup profesional mereka:

1. Mereka Menguasai KEUNGGULAN Mereka

Banyak orang bahkan tidak tahu apa keunggulan mereka dibanding orang lain. Saya pernah berjumpa dengan orang-orang yang berkata dengan nada pasrah “aku nggak tahu kehebatanku itu apa…”. Kalau demikian kasusnya, tamatlah riwayat Anda. Mengetahui keunggulan Anda saja BELUM menjadi sebuah keunggulan. Anda harus menguasai keunggulan Anda. Anda harus sampai pada level mastery! Menjadi ahli dengan keunggulan Anda. Saya banyak berjumpa dengan para TOP Performer yang mengandalkan mastery mereka di bidang networking, cara ngobrol, cara persuasi orang, cara menganalisa, cara mencari inovasi, dan berbagai macam! Intinya, mereka tahu keunggulan mereka dan menguasainya menjadi sebagai sebuah senjata yang tak dimiliki orang lain!

.

2. Mereka Dikelilingi oleh Target Pribadi

Lupakanlah target perusahaan. Bagi para TOP Performer, mereka menganggap target perusahaan sebagai bagian dari pekerjaan yang harus diselesaikan. Para TOP Performer memiliki target-target pribadi yang terus mereka update setiap waktu. Itu sebabnya mereka selalu bergerak maju secara terukur dan pasti! Berbeda dengan kebanyakan karyawan medioker yang cuma ngos-ngos’an karena bisa menyelesaikan target perusahaan.

.

3. Mereka melakukan “Pekerjaan Kotor”

Salah satu yang membuat para TOP Performer tampak terpisah dengan jelas dari karyawan biasa adalah mereka bersedia melakukan pekerjaan remeh atau sepele demi sebuah pembelajaran dan meningkatkan pengaruh personal. TOP Performer tahu bahwa membantu mengerjakan urusan sepele tidak membuat gaji mereka naik, tapi membuat lebih banyak orang suka kepadanya. TOP Performer tahu menemani bos lembur tidak membuat dia lebih nyaman, tapi jelas membuat dia lebih dikenal dan diandalkan oleh bosnya. Yang saya maksudkan pekerjaan kotor disini bukanlah menipu, korupsi, dan cheating. Pekerjaan kotor adalah pekerjaan melelahkan yang seringkali tidak mau dilakukan oleh karyawan lain. TOP Performer tahu kapan perlu mengambil pekerjaan ini kapan ia melepaskannya.

.

4. Mereka memberi sebelum meminta

Hal berikutnya yang membuat TOP Performer juga mudah sekali terpisah dari karyawan biasa adalah karena mereka berkontribusi lebih dulu baru meminta reward kemudian. Berbeda dengan kebanyakan karyawan yang sukanya menuntut naik gaji  dan tambah bonus baru mau memberikan energi lebih, justru sebaliknya, TOP Performer memberikan kinerja lebih dan membuat perusahaan “berhutang” untuk mau tak mau meningkatkan jabatan/reward baginya.

.

5. Mereka mengalahkan diri-sendiri

Ciri trakhir para TOP Performer adalah mereka orang yang bertanding melawan dirinya sendiri setiap hari. Mereka mengalahkan kemanjaan mereka, keinginan untuk santai, kemalasan untuk berubah dan beradaptasi, keengganan untuk belajar. Setiap hari ia mendisiplin dirinya melakukan tindakan-tindakan yang tidak dilakukan oleh orang lain. TOP Performer tak perlu sibuk menjegal dan mengalahkan orang lain, dengan mengalahkan diri-sendiri setiap hari, ia sudah bisa mengalahkan siapapun karena musuh terbesar bukan diluar sana, melainkan ada dalam diri-sendiri.

Bagaimana dengan Anda? Apakah ciri-ciri TOP Performer ada dalam diri Anda?

.

Article by
Josua Iwan Wahyudi

Master Trainer EQ Indonesia
International Certified EQ Practitioner for Six Seconds USA

follow him @josuawahyudi


Leader MUST Communicate!

 

Nitin Nohria, dekan dari Harvard Business School sekaligus pakar leadership internasional pernah berujar “Communication is the real work of leadership”.  Hal ini selaras dengan survey yang dilakukan oleh para ahli komunikasi organisasi yang menyatakan bahwa 80% kegiatan manajer / leader adalah BERKOMUNIKASI.

Dapatkah Anda bayangkan jika leader dalam sebuah organisasi mengalami masalah dalam berkomunikasi?

Dan sebuah hal yang lebih mencengangkan adalah ternyata 75% konflik dalam organisasi dan turunnya produktifitas dikarenakan oleh miskomunikasi maupun kegagalan leader menyampaikan informasi dan harapan perusahaan.

Majalah SWA edisi awal januari juga memuat hasil survey terhadap para CEO di Indonesia dan mengungkapkan bahwa setiap CEO terbaik tanah air memiliki 7 kualitas yang selalu melekat. Kualitas yang menduduki urutan kedua sebagai syarat wajib seorang leader yang baik adalah: KOMUNIKATOR dan PENDENGAR yang baik!

Hal ini semakin menguatkan betapa pentingnya communication skill untuk dikuasai oleh para leader dalam organisasi manapun. Ungkapan “People doesn’t leave the organization, they leave their boss” semakin memperkokoh bawah kesalahan dalam berkomunikasi bisa mengakibatkan berbagai masalah organisasi hingga hilangnya sumber daya berpotensi.

.

Beberapa hal fundamental yang perlu dipahami dalam communication skill adalah:

MEMAHAMI BAHWA KOMUNIKASI ADALAH DARAH

Bila organisasi diibaratkan tubuh, maka komunikasi bagaikan darah yang membawa semua nutrisi dan membuat semua bagian tubuh berfungsi sempurna. Saat darah mengalami kemacetan aliran, maka bagian tubuh akan menjadi disfungsi dan bahkan tubuh bisa mati. Demikian  pula dengan komunikasi. Leader harus selalu paham bahwa ketika mereka berhenti atau gagal berkomunikasi, mereka membuat organisasi atau timnya menjadi disfungsi.

MEMAHAMI TOOLS KOMUNIKASI

Manusia berkomunikasi dengan berbagai cara dan media. Sayangnya, ada beberapa tool komunikasi yang bahkan tidak disadari digunakan oleh kita. Contohnya, bahasa tubuh. Banyak sekali leader yang tidak sadar bahwa ketika mereka menyampaikan sesuatu, bahasa tubuh mereka bertolak belakang dengan message yang mereka sampaikan. Rata-rata kita Cuma sadar bahwa alat komunikasi hanyalah berbicara dan tulisan, padahal selain bahasa tubuh juga, masih ada alat komunikasi lain yang tak terlihat tapi berdampak sangat besar terhadap orang lain.

MEMAHAMI COMMUNICATION KILLER

Communication Killer adalah segala sesuatu yang membuat komunikasi menjadi gagal, terhenti atau tidak mulus. Pada zaman modern ini, ada mitos yang berkata bahwa tekonologi membuat komunikasi makin efektif. Namun kenyataannya, tidak jarang teknologi malah bisa menjadi Communication Killer jika tidak bijak dalam menggunakannya. Mewaspadai apa saja Communication Killer bisa membantu kita untuk mengantisipasi dan meningkatkan efektifitas teknik komunikasi kita.

MEMAHAMI PROSES R-D-P-E-S

Jika ditelaah lebih lanjut, ternyata, secara umum komunikasi dibagi menjadi 5 tahapan: Receiving, Decoding, Processing, Encoding, dan Sending. Setiap tahapan memiliki peluang untuk terjadi distorsi dan degradasi akurasi. Leader harus paham dengan 5 tahapan ini dan mengenali apa saja ancaman yang bisa mengakibatkan miskomunikasi di masing-masing tahapan.

MEMAHAMI POSISI LEADER DALAM KOMUNIKASI

Sekali lagi, jika diibaratkan dengan tubuh, posisi leader bagaikan jantung yang memompa darah. Saat jantung berhenti, maka aliran darah juga terhenti dan tubuh mati. Jika leader tidak capable dalam berkomunikasi, maka aliran komunikasi bisa terhenti dan mengakibatkan berbagai “penyakit” dalam organisasi. Ini sebabnya setiap leader yang membaca tulisan ini harus mulai memotivasi diri untuk terus meningkatkan kemampuan komunikasi mereka.

Banyak orang berkata, “komunikasi kan alamiah, kenapa harus belajar?”

Memang benar, secara alami kita seharusnya memiliki kemampuan berkomunikasi. Namun background pengalaman, pola asuh dan perjalanan hidup kita bisa mendistorsi kemampuan alamiah kita dan menciptakan hambatan-hambatan dalam diri kita. Itu sebabnya kita perlu melakukan Re-Learning untuk menghancurkan tembok-tembok penghalang kita dan menemukan kembali kemampuan komunikasi alamiah kita untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Bukan hanya dalam karir, termasuk juga dalam keluarga dan hubungan kita dengan siapapun!

Tentu saja artikel singkat ini tidak bisa menjelaskan secara panjang lebar. Untuk lebih detail dalam mempelajari teknik Communication Skill hingga level advance, Anda bisa klik ke http://www.shifthinknow.com/com

by Josua Iwan Wahyudi
Master Trainer EQ Indonesia