AHOK: EQ’nya Tinggi atau Jongkok?

Sejak awal terpilih menjadi wakil gubernur DKI, gaya kepemimpinan Basuki Tjahya Purnama atau khas dipanggil Ahok sudah menuai pro dan kontra. Penggunaan kata-kata yang frontal, tanpa “polesan” sedikitpun dan tidak jarang dibumbui dengan gerakan tubuh dan ekspresi wajah yang “menyala-nyala” membuat banyak masyarakat kita yang shock karena seolah sangat tidak mewakili ke”timur”an kita.

Namun, di satu sisi, banyak juga yang senang dan mendukung gaya Ahok karena sebenarnya semua yang disampaikan dan dilakukan Ahok mungkin mewakili isi hati dan bentuk perilaku yang ingin mereka ungkapkan, tapi tak punya kesempatan. Sehingga, ketika ada seorang Ahok yang tanpa “babibu” menghajar siapapun yang menurutnya tidak benar, sebagian orang merasa terpuaskan akhirnya ada yang bisa melakukan itu.

Artikel saya kali ini sama sekali tidak akan membahas apakah gaya Ahok itu benar atau salah. Terlalu banyak perdebatan tiada akhir yang sudah membahas hal itu.

Sebagai seorang pakar Kecerdasan Emosi (EQ), justru ada sisi yang lebih menarik untuk dibahas, yaitu, dengan gaya komunikasi dan kepemimpinan yang diterapkan Ahok, apakah dia bisa dikategorikan sebagai pemimpin yang memiliki Kecerdasan Emosi (EQ) tinggi? Atau malah sebaliknya?

.

MISPERSEPSI EQ

Untuk bisa menyebut seseorang pintar, kita harus punya pemahaman dan indikator seperti apa pintar itu. Untuk bisa menyebut seseorang cantik, kita harus punya pemahaman dan indikator seperti apa cantik itu. Dan begitu pula dengan Kecerdasan Emosi (EQ), untuk bisa menyebut seseorang EQ’nya tinggi atau rendah, kita juga harus memahami lebih dulu apakah Kecerdasan Emosi (EQ) itu dan apa indikator-indikatornya. (Baca tulisan saya “3 tanda Kecerdasan Emosi (EQ) yang baik”).

Masih banyak orang yang memahami Kecerdasan Emosi (EQ) dengan indikator sabar, baik hati, tidak mudah marah, santun, dan kalem. Jika pemahaman kita seperti itu, maka dengan cepat kita akan menyimpulkan Ahok EQ’nya sangat buruk.

Namun, pemahaman di atas BUKANLAH pemahaman EQ yang benar.

Seperti yang selalu saya jelaskan dalam seminar, workshop, dan training EQ yang saya bawakan, Kecerdasan Emosi (EQ) berbicara mengenai kemampuan seseorang untuk MENYADARI semua perasaan yang muncul dalam dirinya (maupun orang lain) dan MENGGUNAKANNYA untuk hasil akhir yang PRODUKTIF! Inilah definisi Kecerdasan Emosi (EQ) yang paling simpel dan aplikatif menurut saya.

Contoh, jika seseorang sedang merasa marah, maka jika orang itu cerdas emosi, dia akan SADAR bahwa dia sedang marah, tahu kenapa alasan dia menjadi marah, dan tahu apa saja yang bisa terjadi jika dia marah. Artinya, orang ini AWARE dengan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi ketika dia marah.

Sebaliknya, jika orang itu buruk EQ’nya, ketika dia marah, mungkin bahkan dia sudah kehilangan separuh AWARENESSnya karena perasaan marahnya sudah meluap-luap dan membuatnya “tertutup” dari kesadaran akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi jika dia marah.

Inilah yang terjadi pada kasus-kasus yang kita jumpai dalam acara-acara kriminal di televisi, dimana sebagian besar pelaku pembunuhan atau kekerasan bahkan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dan “khilaf” atau “hilang sesaat” akibat dorongan emosi yang terlalu kuat. Sehingga, emosinya mengalahkan kesadarannya. Pada titik ini, bahkan biasanya kita kehilangan AWARENESS kita terhadap situasi sekitar kita, apa-apa yang sedang terjadi, dan (apalagi) apa-apa yang bisa terjadi di kemudian hari.

.

MENGGUNAKAN UNTUK PRODUKTIFITAS

Selain menjaga kesadaran (awareness) terhadap diri-sendiri dan sekitarnya, orang yang Ber’EQ tinggi juga mampu mengolah, mengatur, dan MENGGUNAKAN atau MEMBERDAYAKAN perasaan yang dia alami maupun orang lain alami untuk mencapai sebuah hasil yang ia anggap PRODUKTIF. Tentu saja ukuran produktif ini berbeda-beda pada tiap orang, tapi at least, kalau seseorang masih sempat berpikir mengenai hasil yang produktif, yaitu hasil yang terbaik dari berbagai kemungkinan hasil yang ada, maka itu artinya dia masih dalam kondisi AWARE (sadar).

Maka, untuk mencapai kondisi hasil akhir yang produktif itulah orang yang ber’EQ tinggi bisa “memanfaatkan” apa yang dia rasakan, maupun dirasakan oleh orang lain.

Contoh, jika kita tahu bahwa satu-satunya cara untuk membuat seseorang keluar dari sebuah ruangan adalah dengan “memanfaatkan” rasa takut dia, maka jika kita memiliki Kecerdasan Emosi (EQ) tinggi, kita akan mampu “membaca” apa titik-titik ketakutan orang itu dan melakukan hal-hal yang menakutkan untuk membuat dia bergerak keluar (mencapai kondisi akhir produktif).

.

BAGAIMANA DENGAN AHOK?

Nah, jika dirangkum dengan sederhana, 3 indikator umum orang yang memiliki Kecerdasan Emosi (EQ) tinggi adalah memiliki kesadaran (awareness) terhadap diri-sendiri dan orang lain, kemudian mampu mengelola dan memanfaatkannya untuk mencapai hasil akhir yang produktif (menurut dia).

Lalu bagaimana dengan Ahok? Apakah Ahok melakukan 3 hal yang “cerdas emosi” tersebut?

Mari kita tilik satu-persatu. Apakah ketika Ahok marah-marah dan bertindak “agresif”, dia melakukannya masih dalam kondisi aware? Atau itu hasil luapan emosi yang tak terkontrol?

Bagaimana kita mengetahui bahwa seseorang masih dalam kondisi aware? Orang itu sadar apa konsekuensi tindakannya dan SIAP MENERIMA konsekuensinya. Jadi, EQ bukan berbicara pada “marah-marahnya”, tetapi lebih kepada “ketika dia marah, apakah dia MEMUTUSKAN dengan sadar untuk marah dan tahu apa akibatnya serta siap menanggung akibat tersebut”?

Menurut Anda, apakah Ahok melakukan semua yang dia tunjukkan selama ini dengan SADAR dan memang MEMILIH untuk bertindak demikian? Menurut Anda, apakah Ahok sudah menghitung semua konsekuensi-konsekuensinya dan siap menanggung konsekuensi itu? Menurut Anda, apakah Ahok “hilang sesaat”, khilaf, tak terkontrol, dan menyesali apa yang dia lakukan kemudian? Silahkan Anda menilainya sendiri dari kacamata pengamatan Anda dan kemudian memutuskan di bagian awareness ini apakah dia memiliki Kecerdasan Emosi (EQ) yang baik atau tidak.

Lalu yang berikutnya,

Dari sisi Menggunakan emosi untuk hasil akhir yang produktif, menurut Anda, apakah Ahok dengan sadar MEMUTUSKAN untuk menjadi agresif dan “menekan” agar dia bisa mencapai hasil akhir yang menurut dia produktif? Menurut Anda, apakah tindakan represif dan frontalnya itu lahir dari sebuah “strategi” yang memang dia pilih, atau sekedar ledakan emosi sesaat yang tak bisa ia kendalikan dan muncul tanpa bisa dia kontrol?

Menurut Anda, apakah yang dia lakukan selama ini adalah “in purpose” atau hanya sekedar sebuah nature dan habit yang mengendalikan dia?

Bahkan, lebih ekstrim lagi, pemilihan kata-kata (yang bagi sebagian orang seharusnya tak pantas diucapkan oleh orang sekaliber “leader” seperti Ahok) yang dia pilih, menurut Anda, itu memang dengan SADAR dia putuskan untuk diucapkan atau sekedar lahir dari reaksi otomatisnya ketika dia sedang emosional?

Sekali lagi, dari kacamata pengamatan Anda sendiri, silahkan Anda menentukan apakah Ahok memiliki Kecerdasan Emosi (EQ) yang tinggi atau malah jongkok?

.

JADI, AHOK CERDAS EMOSI ATAU TIDAK?

Sejak awal, saya memang tidak ingin menjawab pertanyaan ini melalui artikel yang saya tulis. Saya hanya ingin memaparkan definisi Kecerdasan Emosi (EQ) yang sesungguhnya dan membiarkan Anda menilai sendiri, sesungguhnya apakah Ahok memang cerdas emosi? Atau dia hanyalah seorang monster emosional? Silahkan Anda tentukan sendiri.

Untuk menambah pemahaman Anda tentang EQ, silahkan membaca ini.

.

JOSUA IWAN WAHYUDI
Master Trainer EQ Indonesia
@josuawahyudi


3 Tanda Kecerdasan Emosi (EQ)

Banyak orang sudah mendengar mengenai EQ atau Emotional Quotient atau Emotional Intelligent yang juga sering disebut dengan Kecerdasan Emosi. Banyak pula orang yang sudah tahu bahwa EQ penting untuk kehidupan dan merupakan indicator kesuksesan yang sangat signifikan.

Namun, jika ditanya, orang seperti apakah yang disebut orang yang cerdas emosi (atau EQnya baik)? Banyak orang masih bingung menjawabnya.

Kebanyakan orang berpikir EQ atau Kecerdasan Emosi berkaitan dengan menjadi sabar, tidak marah-marah, baik hati, dan bisa kalem dalam berbagai keadaan. Inilah mitos keliru mengenai Kecerdasan Emosi atau EQ.

Jika Anda benar-benar belajar mendalam tentang Kecerdasan Emosi / EQ, Anda akan mengetahui bahwa cerdas emosi terletak pada PROSES, bukan HASIL. Apa hasil akhir keputusan dan perilaku seseorang tidak bisa serta merta dipakai untuk menilik tingkat Kecerdasan Emosi / EQ seseorang. Karena, sebuah tindakan yang sama, bisa saja dihasilkan dari 2 proses yang bertolak belakang sama sekali.

Misalnya, tindakan memarahi seseorang. Bagi orang yang EQnya buruk, dia marah sebagai akibat luapan emosi yang tak bisa ia kendalikan lagi dan ia “lampiaskan” begitu saja dalam kemarahannya. Sebaliknya, orang yang cerdas emosi juga mungkin saja memarahi seseorang, namun tindakan marahnya lahir justru dari penguasaan diri dan pengambilan keputusan secara SADAR bahwa memang dia ingin marah agar mendapatkan hasil yang produktif.

Dua-duanya sama-sama marah, namun proses menghasilkan “marah”nya berbeda. Yang satu kehilangan kontrol diri, sedang yang lain, justru lahir dari awareness dan penguasaan diri yang kuat.

Maka disinilah sebenarnya esensi Kecerdasan Emosi / EQ, yaitu pada bagaimana proses lahirnya sebuah keputusan atau tindakan, apakah melewati proses pencerdasan emosional? Atau tidak sama sekali.

Nah, dalam artikel kali ini, saya akan membahas mengenai 3 tanda orang yang matang secara emosional, atau bisa dikatakan memiliki Kecerdasan Emosi (EQ) yang kuat. Tentu saja sebenarnya indikatornya bukan hanya 3 ini, tetapi jika saya tuliskan semua, artikel ini akan menjadi sangat panjang.

Mari kita mulai.

.

Semakin dewasa seseorang, maka seharusnya semakin kuat penguasaan dirinya. Dan itu ditunjukkan melalui cara berpikirnya yang holistik. Artinya, sebelum dia memutuskan atau bertindak, dia sudah menyadari apa dampak dan konsekuensi menyeluruh dari keputusan dan tindakannya.

Lihatlah anak kecil, ketika mereka ingin melakukan sesuatu, mereka SEGERA melakukannya tanpa memikirkan apa akibatnya. Ketika mereka ingin mainan api, mereka segera melakukannya tanpa menyadari bahwa api itu bukan hanya bisa berbahaya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bisa menimbulkan bencana buat lingkungan dan orang-orang sekitarnya.

Orang yang dewasa tidak bertindak hanya karena “pengen” atau sekedar karena dorongan meluap oleh perasaannya. Orang yang cerdas emosi tidak marah hanya karena sedang merasa kesal dan ingin marah. Orang yang EQnya tinggi, tidak melakukan sesuatu karena dorongan perasaan semata.

Justru anak-anaklah yang melakukan semuanya karena dorongan perasaan mereka. Karena itulah anak-anak, kemampuan penguasaan emosinya masih sangat lemah.

Maka, salah satu tanda kecerdasan emosi (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara menyeluruh. Ketika kita memutuskan untuk membeli sesuatu, memutuskan untuk bertindak sesuatu, apakah itu melewati proses berpikir yang holistik? Artinya sudah mempertimbangkan dari banyak sisi (bukan hanya dari sisi keuntungan diri-sendiri semata).

.

Tanda kedua kematangan emosional adalah kemampuannya untuk memutuskan atau bertindak berdasarkan karakter, bukan berdasarkan perasaan.

Karakter adalah sesuatu yang dibangun, bukan dibawa sejak lahir. Karakter lahir dari pengulangan kebiasaan yang terus-menerus.

Contoh, pada saat kita ditawarkan “uang suap”, mungkin dorongan keinginan dan perasaan kita mendorong untuk kita menerimanya. Tetapi, sebagai orang yang cerdas emosi dan matang, kita tidak boleh bertindak berdasarkan “pengen”, namun bertindak berdasarkan karakter apa yang ingin kita bangun dalam diri kita.

Maka, ketika kita bertekad membangun karakter “jujur” dan “berintegritas”, meskipun sebenarnya kita ingin sekali menerima suap itu, namun kita harus tetap memutuskan menolaknya. Inilah yang disebut dengan kompetensi Delay Gratification dalam Kecerdasan Emosi (EQ).

.

Tanda kematangan emosional yang ketiga adalah ketahanan terhadap tekanan. Orang yang dewasa sudah  seharusnya mampu memikul tanggung jawab lebih banyak daripada anak kecil. Dan tanggung jawab berbicara mengenai beban dan pressure.

Salah satu keluhan terbesar terhadap Gen-Y dan Gen-Z adalah kerapuhan mereka dalam menerima tekanan. Tentu saja saya tidak ingin menjadi judgemental terhadap generasi muda, namun dari sudut pandang EQ, orang yang cerdas emosi adalah orang yang bisa mengelola tekanan-tekanan dan memiliki self motivation yang tangguh.

Jika seorang dewasa mudah sekali break down hanya karena sedikit tekanan, apa bedanya dia dengan anak-anak yang dengan segera menangis dan menjerit-jerit ketika dimarahi atau ditegur?

Meski masih ada beberapa indicator EQ lainnya, namun setidaknya dengan melatih 3 hal di atas, sebenarnya kita sudah melatih meningkatkan level Kecerdasan Emosi (EQ) kita.

JOSUA IWAN WAHYUDI
Master Trainer EQ Indonesia
@josuawahyudi


Konferensi Nasional Anak Bersinar

Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi mendapatkan kesempatan unik untuk berbagi dalam acara Konferensi Nasional Anak Bersinar. Acara ini dihadiri oleh sekitar 350 praktisi pendidikan anak dan remaja dari seluruh Indonesia. Konferensi nasional yang diadakan pada tanggal 3-6 Maret 2015 ini sangat menarik karena membahas mengenai semua isu pendidikan anak termasuk juga membahas masalah-masalah kejahatan terhadap anak meliputi, pedagangan anak, eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak, hak asasi anak, metode pendidikan anak, kejahatan narkoba terhadap anak, bahaya HIV pada anak-anak, hingga perkembangan teknologi digital dan pengaruhnya.

Dalam konferensi yang diselenggarakan di Hotel New Saphir Yogyakarta ini, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi mendapatkan kepercayaan termasuk salah satu pembicara yang diundang dari daftar sekitar 20 ahli, pakar, dan praktisi yang berbicara dalam konferensi ini sesuai bidang keahlian mereka masing-masing.

Dalam sesinya, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi membahas bagaimana perkembangan media digital dan social media terhadap perilaku dan pertumbuhan emosional Gen-Y dan Gen-Z. Dalam sesi yang sangat interaktif ini, peserta dibukakan dengan data-data faktual mengenai kenyataan adanya “dunia digital” yang justru menjadi rumah utama bagi generasi muda yang jika tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan banyak ancaman sosial dan mengganggu kematangan emosional generasi muda.

Sebagai pakar EQ yang banyak bergelut dan berpengalaman dengan anak-anak muda, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi banyak menyampaikan dari sisi pengalaman praktisnya berjumpa dengan generasi digital di “lapangan” kehidupan sehari-hari dan bagaimana EQ generasi muda mengalami degradasi akibat perkembangan teknologi digital yang tidak dikelola dengan bijaksana baik oleh orang tua, pendidik, maupun oleh anak muda itu sendiri.

Antusiasme peserta sangat terlihat dari suasana sesi yang sangat fun dan dari banyaknya pertanyaan penting yang diajukan oleh peserta dari berbagai pelosok wilayah Indonesia ini. Mengingat masih belum ada pakar Kecerdasan Emosi (EQ) yang aktif bergerak dalam pendidikan anak-anak muda dan Gen-Y/Gen-Z, maka sesi yang dibawakan oleh Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi ini menjadi sebuah pencerahan baru bagi para pendidik anak-anak di Indonesia.


Double Working Ethics Training!

Mengawali bulan Maret 2015, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi diberikan kepercayaan untuk memberikan seminar motivasi kepada 2 perusahaan sekaligus.

Seminar pertama diadakan tanggal 2 Maret 2014 di Hotel GrandWhizz Kelapa Gading dimana Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi berkesempatan untuk berbicara kepada sekitar 50 karyawan inti PT Intinusa Teknik Anugerah yang merupakan sebuah perusahaan kontraktor mechanical & electrical untuk berbagai proyek gedung bertingkat prestisius di Indonesia.

Selama 2 sesi, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi banyak berbicara mengenai etos kerja yang harus dimiliki seorang Top Performer. Disinilah peserta diajak melihat langsung apa saja attitude, sikap mental, dan tindakan-tindakan orang-orang yang dianggap Top Performer dalam perusahaan mereka, dan bagaimana sikap itu akan terus membawa karir mereka meningkat seiring dengan kualitas yang mereka tunjukkan.

Selain itu, pada hari Sabtu, tanggal 7 Maret 2014 di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Shifthink diberikan kepercayaan oleh New Beringin Group untuk memberikan pelatihan kepada 72 karyawan dari berbagai divisi. Tujuan seminar ini diadakan agar para karyawan bisa memiliki cara hidup yang berbeda di luar lingkungan kerja namun bisa meningkatkan produktivitas dan semangat mereka dalam bekerja.

Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi menyampaikan pengertian cara hidup orang “kaya” yang benar dan perbedaan yang berbanding terbalik dengan gaya hidup orang “miskin”. Dimulai dengan sebuah simulasi yang menggambarkan perbedaan tersebut membuat para peserta menjadi memahami seberapa besar perbedaan dan perubahan “nasib” mereka dalam waktu 2 menit. Para peserta langsung mempraktekkan cara-cara yang perlu dilakukan untuk mengubah kehidupan mereka. Mereka jadi terlatih untuk lebih berani, inisiatif, dan mampu bernegosiasi dalam menyelesaikan tenggang waktu yang ada. Simulasi yang sederhana dan menyenangkan ini membuat para peserta menjadi lebih semangat dalam mengikuti acara ini.

Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi membagikannya secara fun dan aplikatif. Ada berbagai tips-tips sederhana dan video-video menarik yang menggambarkan berbagai figur yang sudah mempraktekkan cara hidup yang benar. Para peserta menjadi memahami bahwa cara hidup yang sederhana namun dilakukan secara terus menerus mampu membuat perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan mereka.


Public Workshop “Leading Gen-Y”

Shifthink kembali meluncurkan modul baru sebagai jawaban terhadap kondisi dan tantangan perubahan dalam lingkungan organisasi profesional. Pada bulan Februari 2015, Shifthink mengadakan public workshop “Leading Gen-Y” yang merupakan sebuah workshop 1 hari yang membahas bagaimana perubahan kultur kerja yang sedang terjadi dengan banjirnya SDM dengan usia Gen-Y di berbagai organisasi dan perusahaan.

Kelas “privat” ini sengaja dibuat dengan lebih banyak pembahasan kasus dan bagaimana menemukan solusi aplikatifnya yang bisa langsung segera dipraktekkan. Selama 4 sesi, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi menjelaskan bagaimana dan kenapa muncul angkatan Gen-Y dan apa pengaruh yang mereka bawa dalam lingkungan budaya kerja dalam organisasi.

Selain itu, peserta juga diajak untuk “membedah” bagaimana cara berpikir para Gen-Y dan tentunya, mereka juga diberikan sangat banyak tips penting untuk mengelola, menggerakkan, memotivasi, dan melakukan coaching terhadap karyawan angkatan Gen-Y. Bahkan, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi, juga membahas mengenai bagaimana kondisi general tingkat EQ angkatan Gen-Y yang terus menurun dan bagaimana melatih EQ mereka agar siap pakai dalam dunia kerja.

Selama 1 hari peserta dengan antusias berdiskusi dan menyodorkan berbagai kasus yang terjadi dalam lingkungan perusahaan mereka dan bersama-sama mempraktekkan bagaimana menerapkan coaching yang tepat untuk Gen-Y dan bagaimana membangun kultur kerja yang profesional namun mengakomodasi kultur yang dibawa oleh Gen-Y, sehingga tercipta produktifitas yang berlipat bagi organisasi untuk terus menang dalam kompetisi bisnis.


Seminar EQ “TerBang” – Semarang

Mengawali tahun 2015, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi mendapatkan sebuah kesempatan untuk memberikan sesi motivasi dan seminar EQ di Sekolah Terang Bangsa Semarang. Dalam kesempatan ini, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi berhadapan dengan lebih dari 2000 siswa Terang Bangsa dan selama 120 menit beliau secara interaktif, seru, dan sangat fun memberikan sesi inspirasi mengenai pentingnya untuk bisa melihat kualitas yang tersembunyi di dalam masing-masing pribadi.

Dengan pembawaan yang sangat kontekstual dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan anak muda, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi terus “membombardir” 2000 siswa Terang Bangsa dengan berbagai nilai-nilai kehidupan yang sangat inspiratif serta mendorong mereka untuk bangkit menjadi anak-anak muda yang lebih produktif untuk diri-sendiri dan lingkungannya.

Selain itu, di hari berikutnya, Master Trainer EQ  Indonesia, Josua Iwan Wahyudi juga berkesempatan memberikan sesi seminar EQ dan pembekalan untuk lebih dari 300 guru-guru sekolah Terang Bangsa. Melalui contoh-contoh yang sederhana dan aplikatif, sesi ini mampu meningkatkan ketertarikan setiap peserta untuk belajar EQ dan memotivasi mereka lebih lagi untuk berperan dalam meningkatkan kecerdasan emosi setiap siswa yang ada.

Dan, tidak ketinggalan juga, di hari terakhir, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi memberikan seminar EQ untuk para pengurus dan pengajar PAUD dari wilayah Jakarta Selatan yang sedang melakukan training dan pembekalan di Sekolah Terang Bangsa Semarang. Dalam sesi ini, peserta diajak untuk menyadari proses pembentukan pola-pola emosi yang muncul sejak usia dini, sehingga peran PAUD dalam membangun EQ seorang anak menjadi sangat penting.


Seminar “CHANGE” with AIA

Menyongsong tahun 2015, AIA mengundang Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi untuk memberikan sesi inspirasi kepada 1300 pasukan Bancassurance AIA dari seluruh Indonesia! Dalam event yang berlokasi di grand ballroom Hotel Pullman pada tanggal 3 Desember 2014 ini, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi memberikan pencerahan mengenai kesiapan untuk selalu berkembang dan berubah mengikuti kecepatan perubahan zaman.

Dengan memaparkan contoh-contoh nyata yang terjadi, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi menunjukkan apa yang terjadi jika organisasi diisi oleh orang-orang yang tidak terbuka terhadap perubahan dan perkembangan situasi, dan lebih dari itu, beliau memberikan tips-tips aplikatif bagaimana agar setiap individu maupun secara organisasi, AIA siap untuk menerapkan perubahan-perubahan produktif tanpa terhambat oleh rintangan internal.

Dengan suasana dan atmosfir yang penuh antusiasme, 1300 peserta yang hadir, termasuk CEO dan juga Regional Director Asia Pacific, semuanya meresponi sesi ini dengan penuh semangat dan menunjukkan kesiapan mereka untuk berakselerasi dalam menyongsong tahun 2015.


Seminar “Claim Your Victory” with AIA

Pada tanggal 30 November 2014, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi mendapat kepercayaan untuk memberikan seminar sekaligus pelatihan kepada sekitar 55 tenaga bancassurance sales dari AIA. Secara khusus dalam kesempatan ini Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi memberikan materi berjudul “Claim Your Victory”

Dalam seminar ini, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi memberikan 3 tips praktis bagaimana untuk meraih pencapaian tertinggi dalam karir dan penjualan sesuai dengan profesi peserta. Dengan memberikan contoh-contoh nyata di lapangan, peserta dilatih bukan hanya sekedar untuk memiliki semangat yang menyala, tetapi lebih dari itu, peserta diajak untuk melakukan perubahan cara berpikir, dan juga perubahan dalam cara mereka menjalankan pekerjaan mereka selama ini.

Dengan gaya yang fun, enerjik, dan juga ringan, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi menyajikan banyak contoh-contoh interaktif, baik melalui simulasi maupun materi video yang seru untuk memberikan pemahaman bagaimana menjadi penjual-penjual yang unggul dalam berbagai situasi yang sulit sekalipun.


Public Workshop MBTI

Pada tanggal 29 November 2014, untuk kesekian kalinya ShifThink kembali mengadakan pelatihan publik “Mastering Your People Skill with MBTI”. Kelas kali ini merupakan kelas tambahan karena memenuhi banyaknya permintaan untuk mendapatkan pelatihan MBTI. Karena itu, meski sebenarnya tidak dijadwalkan, akhirnya di akhir tahun kami membuka kelas MBTI tambahan.

Kapasitas kelas maksimal hanya untuk 12 orang karena sifat kelas yang memiliki banyak latihan dan pelatihan mendalam dan untuk kelas tambahan inipun kuota kelas penuh hingga ShifThink terpaksa mengarahkan beberapa peserta waiting list untuk mengikuti kelas MBTI tahun 2015.

Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi, selama 3 sesi memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai MBTI dan bagaimana menerapkannya dalam berbagai kondisi baik dalam konteks pekerjaan profesional maupun untuk kehidupan personal. Dengan contoh-contoh praktis dan penjelasan yang mudah dimengerti, peserta dituntun untuk punya kemampuan “membaca” orang lain dalam waktu singkat dengan menggunakan MBTI.

Bahkan, di sesi terakhir, peserta diperlengkapi dengan teknik “quick cracking” yang merupakan temuan original dari Master trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi sendiri. Dengan teknik ini, bahkan peserta hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk langsung mengetahui gambaran akurat kecenderungan perilaku seseorang melalui tipe-tipe MBTI yang ada.


EQ Coaching Finalis Rising Star Indonesia

Kali ini Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi diminta untuk memberikan sesi EQ coaching kepada 7 besar finalis Rising Star Indonesia 2014. Setelah sebelumnya, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi pernah diminta untuk memberikan EQ Coaching pada finalis Indonesian Idol 2012 dan 2014, kini giliran para finalis Rising Star Indonesia yang menikmatinya.

Dalam sesi coaching kali ini, Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi memberikan tips-tips praktis kepada peserta untuk melakukan mood management, terutama berkaitan dengan ketatnya kompetisi dan melatih peserta untuk memiliki daya tahan emosional yang tangguh dalam menghadapi berbagai keadaan penuh pressure.

Dalam sesi kali ini banyak finalis yang mengaku mendapatkan “suntikan” semangat lagi setelah cukup jenuh mengikuti proses kompetisi yang penuh tekanan ketat. Para finalis mengaku mendapatkan bekal lebih untuk bagaimana mampu bertahan dan memiliki mentalitas lebih tangguh bukan hanya di kompetisi Rising Star Indonesia saja, tetapi juga dalam dunia industri musik nantinya.

Dengan antusias dan bersemangat seluruh finalis menyerap semua pembelajaran dan mendapatkan inspirasi langsung dari Master Trainer EQ Indonesia, Josua Iwan Wahyudi.