
Tag: EQ trainer
Persepsi & Emosi
Suatu hari saya sedang makan bersama beberapa teman di sebuah resto. Dalam salah satu menunya, resto ini menyajikan sebuah menu yaitu nasi goring hitam. Dalam fotonya memang nasi goreng itu berwarna benar-benar hitam, dan inilah salah satu menu andalan yang membuat resto ini cukup dikenal.
Kebetulan, kunjungan itu adalah untuk pertama kalinya kami ke resto itu. Saat pertama kali melihat menu nasi goring hitam, saya merasa sangat tertarik dan penasaran untuk mencobanya. Namun, di saat yang bersamaan istri saya justru merasa “jijik” dengan nasi goring hitam ini. Padahal, biasanya saya adalah tipe konservatif dalam hal makanan sedangkan istri saya adalah tipe eksperimental yang gemar mencoba berbagai jenis makanan. Namun, hari itu, yang terjadi adalah kebalikannya.
Mengapa ini bisa terjadi? Kami berdua sama-sama belum pernah mencicipi nasi goring hitam ini. Mengapa saya bisa merasa tertarik dan berselera sedangkan istri saya merasa jijik dan tidak ingin makan. Inilah faktanya: ternyata persepsi kita SANGAT menentukan perasaan kita. Istri saya berpikir hitam adalah warna yang identik dengan kotor, sehingga ketika ia melihat foto nasi goring hitam, benaknya berpikir “ini seperti nasi yang kotor…” dan karena itulah ia merasa jijik memakan “kotoran”. Sementara bagi saya, warna hitam tidak berarti apa-apa dan saya berpikir, “menarik sekali, belum pernah ada nasi goring seperti ini, jadi pengen tahu bagaimana rasanya…” Karena itu saya merasa bersemangat mencobanya.
Kekuatan Persepsi
Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang baru Anda kenal dan Anda merasa tidak senang dengan orang itu karena wajahnya mirip dengan orang lain yang pernah menyakiti Anda? Inilah salah satu contoh dimana persepsi bisa mempengaruhi perasaan kita. Dan seperti yang pernah saya tulis di artikel sebelumnya, perasaan Andalah yang menggerakkan kebanyakan dari keputusan dan tindakan Anda.
Itu sebabnya juga kadangkala orang bisa benci (atau jatuh cinta) pada orang yang belum begitu ia kenal karena ia bermain dengan persepsinya. Pernahkah Anda mendengar kisah mengenai 2 orang salesman sepatu yang ditugaskan berjualan di sebuah pulau terpencil yang penduduknya sama sekali belum mengenal apa itu sepatu. Salesman pertama memiliki persepsi, “mereka belum pernah tahu apa itu sepatu, pasti susah jualan sepatu disini…” sementara salesman kedua memiliki persepsi, “mereka belum pernah memakai sepatu… Ini kesempatan untuk memperkenalkan pada mereka!”
Bisa ditebak perasaan seperti apa yang muncul pada kedua salesman itu. Salesman pertama menjadi demotivasi, malas, pesimis, dan tidak berniat jualan. Sedangkan salesman kedua menjadi bersemangat, optimis, dan antusias. Hanya karena persepsi, emosi seseorang bisa berubah dengan cepat dan tentu saja tindakan mereka bisa menjadi berbeda.
Karena itu, penting sekali untuk Anda mulai aware dengan persepsi apa yang muncul dalam pikiran apa. Cobalah mulai meneliti apakah persepsi itu sudah teruji kebenarannya? Apakah persepsi itu mendukung Anda untuk menjadi lebih baik? Sebelum Anda memusuhi dan menyakiti perasaan seseorang, telitilah apakah persepsi Anda memang sudah terbukti? Atau hanya sekedar persepsi tanpa dasar?
EQ & Starting Business?
Banyak orang punya cita-cita ingin memiliki usaha sendiri dan berhenti bekerja pada orang lain. Tapi dari sekian banyak orang yang bermimpi untuk berbisnis sendiri, mungkin tidak sampai dari 10% orang yang benar-benar BERANI bertindak dan mengambil langkah awal. Kekawatiran akan masa depan, ketakutan terhadap ketidakpastian, rasa tidak percaya diri, dan enggan untuk menderita menjadi faktor utama yang menghambat mereka.
Seperti yang saya katakan dalam setiap workshop dan seminar “Emotion for Success”, yang membuat Anda gagal atau berhasil sebenarnya adalah perasaan Anda sendiri. Sebenarnya Tuhan sudah menaruh SEMUA kemampuan yang Anda perlukan dalam diri Anda. Namun yang membuat Anda terhambat seringkali bukan karena kemampuan Anda, melainkan karena perasaan-perasaan Anda.
Berapa banyak diantara kita yang sering berhenti melangkah padahal kita sudah tahu di depan sana ada kesuksesan hanya gara-gara kita merasa takut, merasa minder, merasa tidak aman, merasa kawatir, dan merasakan berbagai emosi penghambat lainnya?
Saya pernah berkenalan dengan seseorang yang gemar membaca berbagai macam buku motivasi, psikologi, dan pengembangan diri. Bukan hanya itu, ia juga sering sekali menghadiri seminar dan workshop para pembicara terkenal baik dalam negeri dan luar negeri. Kalau saya kebetulan punya kesempatan untuk sharing dengan orang ini, saya selalu mendapatkan “ilmu baru” karena ia seperti tidak pernah kehabisan “stok ilmu”. Termasuk salah satu diantaranya adalah topik entrepreneurship. Banyak sekali ilmu berbisnis dan bagaimana memulai usaha sendiri yang dia bagikan kepada saya. Bahkan saya melihat sebenarnya dia sudah sangat cocok untuk menjadi seorang pembicara dalam bidang entrepreneurship.
Namun sayang, meski dia begitu menguasai strategi dan ilmu entrepreneurship. Dan bahkan berkali-kali mendorong orang lain untuk mulai berbisnis, namun dia sendiri tidak pernah memulai bisnisnya sendiri. Apa alasannya? Sederhana, lagi-lagi perasaan-perasaan penghambat seperti takut kalau gagal, merasa belum mampu, merasa masih kecil, merasa terlalu banyak saingan kuat, kawatir kalau tidak seperti yang diharapkan, dan enggan untuk menderita dan bersusah payah di awal membuat ia akhirnya hanya “pandai berbicara tapi tidak berani melakukan”.
SEMUA ORANG (termasuk saya) ketika memulai bisnisnya sendiri, PASTI akan menghadapi perasaan takut, kawatir, dan cemas. Namun yang membedakan entrepreneurship sejati dan yang tidak adalah kemampuan bagaimana mereka mengelola perasaan-perasaan itu dan menjadikannya sebagai pendorong untuk maju. Jika Anda menunggu sampai semua keadaan ideal, suportif, tidak ada resiko, tanpa ancaman, maka sampai kapanpun Anda tidak akan berani berbisnis.
Inilah alasan mengapa dalam workshop “Emotion for Success” 3+3 hari yang saya rancang, saya memasukkan sesi terapi untuk menghilangkan mental block dan perasaan-perasaan penghambat yang membuat kita tidak berani bertindak. Bukan hanya sekedar untuk entrepreneurship, melainkan juga untuk berbagai sisi kehidupan lainnya.Misalnya, sebagai seorang marketing, Anda tahu Anda harus menelpon calon prospek Anda. Namun, setiap kali Anda menelpon dan sang calon tidak mengangkat Anda merasa lega… dalam hati Anda berkata, “Tuh aku udah telpon kan… Tapi nggak diangkat…”
Bukankah ini hal aneh? Anda ingin mendapat klien, tapi Anda lega ketika sang klien tidak mengangkat telpon Anda? Seperti ada perasaan enggan, takut, malas, malu, tidak percaya diri, atau kawatir yang membuat Anda tidak ingin klien mengangkat telponnya. Perasaan-perasaan seperti inilah yang harus dibereskan dalam hidup kita agar semua potensi yang Tuhan taruh dalam diri kita bisa benar-benar meluncur keluar dan menunjukkan kedahsyatannya dalam mengantarkan Anda kepada impian-impian Anda!
Kini, Anda mengerti bukan betapa pentingnya faktor perasaan sebagai penentuk keberhasilan dan kebahagiaan hidup Anda?
World Cup & Perceraian?

Juara World Cup 2006 - Italia
Adakah hubungan antara keduanya? Hm… Sebenarnya tidak, namun sebuah perceraian pernah terjadi pada sebuah pasangan gara-gara ketika suatu malam sang istri sedang ingin “bermesraan” tapi si suami sedang asyik-asyiknya melotot di depan layar televisi dan tidak menangkap “sinyal-sinyal” yang dilontarkan sang istri.
Akibat peristiwa ini, sang istri menjadi kecewa dan marah sehingga dengan impulsif ia segera mematikan televisi dan berdiri di depan suaminya. Tentu saja si suami secara spontan terpicu kemarahannya dan adegan berikutnya Anda sudah bisa menebaknya: sebuah pertengkaran hebat! Sang istri merasa suaminya lebih mencintai 22 laki-laki berseragam yang berebutan 1 bola, sedangkan si suami merasa istrinya tidak memberinya ruang pribadi dan tidak bisa mengerti bahwa ini adalah event 4 tahun sekali! Si suami merasa kalau hanya sekedar bermesraan kan bisa dilakukan kapan saja, tapi world cup hanya terjadi jarang-jarang!
Dalam buku saya, “2 Species 1 Love”, saya sempat menjelaskan kenapa sepak bola bisa begitu menarik bagi pria sedangkan para wanita lebih tertarik melihat wajah ganteng dan otot macho pemainnya ketimbang melihat sepak bola’nya itu sendiri. Salah satu alasannya karena pria memang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan spasial dan berhubungan dengan kompetisi, dan kebetulan olah raga sepak bola menyediakan tontonan terhadap 2 hal tersebut.
World Cup With EQ?
Event World Cup memang fenomenal. Demam piala dunia bisa membuat orang-orang rela bergadang dan meninggalkan semua aktifitas demi nongkrong 2 jam di depan televisi. Sebagai trainer EQ, saya melihat fenomena ini sebenarnya adalah ujian yang baik untuk kematangan emosional kita. Kadangkala kita kehilangan kemampuan berpikir panjang karena terlanjur terdesak oleh keinginan untuk memuaskan perasaan nonton kita. Banyak orang rela bergadang nonton padahal ia tahu besok harus melakukan presentasi penting. Akibatnya ia kurang tidur, tidak bisa konsentrasi, dan presentasinya tidak sukses. Perasaan ingin nonton World Cup telah mengendalikan dirinya.
Banyak orang rela melepas waktu berkualitas dengan keluarganya demi nongkrong di depan televisi, terhipnotis oleh 22 pria berseragam itu, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya, padahal anaknya ingin bermain dengannya dan penolakan yang ia lakukan membuat sang anak kecewa dan terluka. Padahal jika dipikir-pikir, kalau toh tim jagoan kita menang, apakah yang kita dapatkan? (Kecuali bagi Anda para penjudi pastinya dapat uang!). Buat apa kita bersenang-senang tim kita menang tapi berantem dengan istri/suami kita? Buat apa kita puas nonton tapi besoknya pekerjaan kita kacau dan kepercayaan bos pada kita menurun? Buat apa kita happy nonton bola tapi anak kita dikecewakan?
Tentu saja artikel ini bukan menyuruh Anda untuk berhenti nonton World Cup. Memang ini adalah event langka yang sayang dilewatkan. Namun, marilah kita menikmati World Cup dengan EQ yang cerdas. Tetaplah memikirkan konsekuensi-konsekuensi hobi Anda. Pertimbangkan setiap pengorbanan yang Anda lakukan demi nonton World Cup dan pikirkan apa konsekuensinya. Yang terpenting adalah Anda tahu konsekuensinya dan tahu bagaimana menghadapi konsekuensi tersebut.
So, selamat menonton World Cup dengan kecerdasan emosi!
Hidup Inggris! (btw, siapa jagoan Anda?)
EQ & Genghis Khan #1
Tahukah Anda bahwa Genghis Khan adalah seorang pemimpin yang dianggap ber-EQ tinggi? Mengapa demikian? Ada banyak alasan yang menjadi indikasi kematangan emosional Genghis Khan sebagai salah satu pemimpin besar dunia. Dari sekian banyak indikasi tersebut salah satunya adalah daya juang LUAR BIASA yang dimiliki Genghis Khan sejak ia remaja.
Dalam sebuah buku tulisan John Man yang menceritakan secara detail kehidupan Genghis Khan dan perjalanan hidupnya, dituliskan sebuah kejadian fenomenal yang merupakan cikal bakal lahirnya seorang pemimpin besar yang tercatat dalam sejarah manusia.
Ketika Genghis Khan berusia sekitar 13-14 tahun, yaitu usia remaja dimana secara psikologis biasanya orang-orang di usia seperti ini memiliki emosi yang labil dan sulit menguasai diri.Dalam usia akil balig yang peuh gejolak emosi tersebut, Genghis Khan ditangkap oleh suku musuh yang terkenal sangat kuat dan kejam. Sudah tersebar berita bahwa suku ini termasuk suku yang paling ditakuti dan semua orang yang tertawan biasanya tidak memiliki kemungkinan lagi untuk bisa selamat atau lolos.
Ketika itu, sang Genghis Khan muda ditangkap dan ditawan hidup-hidup. Namun, yang menarik adalah selama berhari-hari dalam tawanan, Genghis Khan selalu berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri. Setiap kali ada celah, Genghis Khan selalu berusaha lari meski berkali-kali ia gagal.Tetapi usaha Genghis Khan ternyata diamati oleh seorang petinggi suku tersebut dan petinggi itu memendam kebencian terhadap pemimpin suku.
Ketika ia melihat Genghis Khan, ia menangkap ada yang berbeda dari remaja ini. Di saat semua tawanan sudah kehilangan harapan dan sorot matanya suram, petinggi tersebut melihat sorot mata Genghis Khan yang penuh dengan api semangat hidup yang tidak pernah mati. Petinggi tersebut berpikir, “sepertinya anak muda ini suatu saat akan menjadi pemimpin yang luar biasa!” Terpengaruh oleh semangat juang Genghis Khan muda, petinggi itu akhirnya secara diam-diam membantu Genghis Khan melepaskan diri dan beberapa tahun kemudian petinggi tersebut menjadi salah satu jenderal kepercayaan Genghis Khan.
Emotional Endurance
Cerita ini selalu menginspirasi saya, betapa luar biasa daya tahan emosional Genghis Khan dalam menghadapi keadaan sulit. Bahkan dalam usia yang masih sangat muda dan dalam keadaan yang sudah tiada harapan, Genghis Khan masih tetap punya daya juang, tidak menyerah, dan bahkan senantiasa memiliki sorot mata kehidupan! Daya juangnya yang luar biasa inilah yang kemudian membuka pintu penyelamatan bagi dirinya. Sementara tawanan lain yang sudah menyerah dan hanya menunggu “waktu”, tidak melakukan apapun dan berakhir dalam kematian.
Pelajaran EQ pertama dari Genghis Khan adalah orang yang memiliki kematangan emosi adalah orang yang tidak pernah kehilangan daya juang dalam keadaan apapun. Semua orang bisa menghadapi tembok yang sama, namun yang membedakan orang berhasil dan orang gagal hanyalah seberapa lama dan seberapa tahan Anda terus melakukan pukulan sampai tembok itu runtuh.
Setiap kali Anda berpikir akan menyerah, cobalah berpikir seperti ini, “Coba sekali lagi deh, siapa tahu kali ini berhasil”. Jika Anda terus melakukan seperti itu, saya percaya Anda akan berbeda dari orang lain dan akan memiliki daya juang yang akan mengantarkan Anda kepada kesuksesan hidup yang tidak dimiliki orang lain.
Salam EXCITING!
josua iwan wahyudi
www.shifthinknow.com/emofs
What Money CAN Buy???
Kita tentu sudah sering sekali mendengar berbagai pernyataan, artikel, dan tulisan yang mengatakan bahwa “uang tidak bisa membeli segalanya”. Ada sebuah artikel yang berbedar luas di internet dan mungkin Anda juga pernah mendapatkannya. Bunyinya kurang lebih seperti ini:
.
.
1. uang bisa membeli ketertarikan, tapi bukan rasa hormat
2. uang bisa membeli teman, tapi bukan sahabat
3. uang bisa membeli kesenangan, tapi bukan kebahagiaan
4. uang bisa membeli kemewahan, tapi bukan budaya
5. uang bisa membeli obat, bukan kesehatan
6. uang bisa membeli rumah, bukan suasana kekeluargaan
7. uang bisa membeli kosmetik, bukan kecantikan
8. uang bisa membeli makanan, bukan selera makan
9. uang bisa membeli buku, bukan kebijaksanaan
10. uang bisa membeli ranjang, bukan tidur
Dalam beberapa artikel lain juga ada pernyataan yang bunyinya “uang tidak bisa membeli waktu”…
Nah, dalam artikel kali ini, saya ingin memberikan sedikit perspektif yang berbeda. Mungkin perspektif ini akan sedikit kontroversial dan mengejutkan Anda. Namun, saya berharap sambil Anda membaca, Anda juga menelaah secara perlahan.
Banyak orang menggunakan pernyataan-pernyataan di atas sebagai “kalimat penghibur”, terutama ketika mereka sedang dalam kondisi tidak punya uang, mereka akan berkata “nggak apa… yang penting kan hidup bahagia…”
tentu saja saya SANGAT SETUJU bahwa ada hal-hal penting yang tidak bisa dibeli dengan uang. Saya juga SETUJU bahwa kebahagiaan itu sesuatu yang ada di dalam diri. Kebahagiaan adalah sesuatu yang kita ciptakan sendiri dalam diri internal kita, bukan tergantung oleh hal-hal eksternal. Namun, ada beberapa hal yang saya ingin Anda renungka
Benarkah uang tidak bisa “membeli” sahabat?
Pernahkah Anda mendengar kalimat “gunakanlah Mamon untuk mendapatkan sahabat”? Dalam bahasa Ibrani, Mamon adalah lambang dari uang. Artinya, ada sebuah nasihat yang mengatakan bahwa Anda bisa MEMBERDAYAKAN uang sebagai salah satu modal untuk mendapatkan sahabat. Bagaimanakah sebuah persahabatan dibangun? dari komunikasi yang intens, dari kepercayaan yang dijaga, dan dari berbagai tindakan baik yang kita saling lakukan bukan?
Bukankah sebuah persahabatan akan mudah dibangun kalau kita sering keluar makan bareng (makanya biasanya orang melakukan networking di acara jamuan makan), kalau kita sering memberi dia kado dalam event spesial, kalau kita menolong dia saat dalam kesulitan, misalnya ketika dia kesulitan finansial, kalau kita sering pergi nonton bareng, dan sebagainya. Bukankah semuanya membutuhkan uang?
Saya bukan berbicara mengenai “menyuap” dengan memberi orang lain uang supaya mereka dekat dengan kita. Namun saya sedang berbicara bahwa uang bisa memuluskan jalan dan memperlancar langkah kita dalam membangun hubungan. Itu sebabnya orang-orang kaya kadangkala memiliki orang-orang loyal dengan berbagai kemampuan di sekitar mereka (meski bukan karena melulu uang).
Saya sendiri menyadari, ketika saya belum punya mobil, saya sulit mengajak sahabat-sahabat saya keluar bareng di malam hari hanya untuk sekedar nongkrong. Ketika saya masih sulit dalam keuangan saya sulit mentraktir mereka di hari ulang tahun saya. Saya sulit membelikan kado kalau mereka ulang tahun. Saya tidak bisa membantu saat mereka kesulitan finansial atau sakit. Saya lebih sulit bersilahturami kepada sahabat yang rumahnya dari ujung ke ujung.
Benarkah uang tidak bisa membeli kesehatan?
Saya pernah bertemu seorang trainer yang sangat kuat staminanya dan bisa tahan mengajar dengan antusias selama berhari-hari. Setelah mengamati, ternyata ia secara rutin meminum vitamin dan suplemen mahal yang penuh bahan-bahan alami berkualitas untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Memang, kesehatan itu adalah anugerah Tuhan dan tergantung dari bagaimana kita mengelola tubuh dan makanan kita.
Namun, bukankah dengan adanya suplemen, sarang burung walet, dan berbagai ramuan mahal lainnya sebenarnya tubuh kita menjadi lebih sehat? Bukankah kalau kita memiliki uang, kita bisa cek rutin ke dokter, meminta petunjuk kepada mereka untuk hidup sehat? Bukankah kalau kita memiliki uang, kita bisa memiliki ahli gizi pribadi yang mengatur semua makanan kita agar sehat (saya pernah punya teman yang seperti ini)? Bukankah kalau ada uang kita juga bisa ke gym untuk olahraga sambil networking? Dan bukankah seringkali orang kaya bisa hidup lebih lama karena mereka memiliki uang untuk berobat di rumah sakit terbaik sementara orang miskin kadangkala karena penyakit yang harusnya bisa sembuh malah meninggal karena ditolak oleh rumah sakit?
Memang uang tidak bisa membeli kesehatan. Olahragapun tergantung niat kita, bukan tergantung ada gym atau tidak. Namun, bukankah adanya uang akan memperbesar kemungkinan kita menjadi sehat menjadi berlipat-lipat lebih besar?
Benarkah uang tidak bisa membeli waktu?
Waktu memang tidak akan bisa diputar kembali. Tidak seorangpun bisa membeli waktu, apalagi usia. Namun, di bagian ini saya akan bercerita hal yang sederhana. Bayangkan Anda belum memiliki pembantu. Anda harus mencuci piring, mencuci baju, membersihkan rumah, memasak, berbelanja, dan melakukan semuanya. Berapa waktu yang Anda habiskan dalam sehari untuk semua itu?
Lalu, ketika Anda sudah punya pembantu dan mereka yang mengerjakan sebagian besar pekerjaan itu. Bukankah Anda menjadi lebih punya banyak waktu untuk istirahat (tubuh Anda lebih sehat), punya waktu bermain dengan anak (hubungan Anda lebih harmonis dengan anak), punya waktu untuk baca buku (Anda lebih pintar), dan punya waktu bahkan untuk bisnis online (Anda lebih kaya). Bukankah menyewa pembantu butuh uang? memasukkan baju ke laundry butuh uang? Jadi secara tidak langsung sebenarnya Anda sedang “membeli waktu” bukan?
Bukan MATRE
Awas! Artikel ini bukan untuk menjadikan Anda matre… Uang memang bukan tujuan utama dalam kehidupan, namun seringkali uang membantu kita untuk meraih tujuan kita.
Kadangkala ada orang yang antipati dengan uang dan takut untuk mencanangkan uang sebagai salah satu goal setting karena banyak anggapan yang menganggap sepertinya kalau kita memiliki cita-cita menjadi orang kaya kesannya seperti orang yang duniawi banget dan materialistis… Itu sebabnya dalam workshop “Emotion for Success” saya memberikan terapi untuk membersihkan mental block dalam pikiran kita yang membuat kita sulit meraih kekayaan.
Padahal, dengan uang kita bisa melakukan banyak kebaikan. Seperti Andrew Carnegie, seorang raja baja yang terdaftar sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Dia mengatakan, “Saya menghabiskan separuh kehidupan saya untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dan saya akan menghabiskan separuh hidup saya sisanya untuk memakai uang yang saya kumpulkan demi membantu orang lain.”
So… uang memang tidak bisa membeli segalanya, namun seringkali uang bisa membeli banyak hal yang baik dalam kehidupan ini.
Dan ANDA LAYAK untuk mendapatkan hal yang baik tersebut!
Great One, Oprah!
Saya harus mengakui bahwa Oprah Winfrey bukanlah orang biasa. Terlepas dari berbagai spekulasi dan perkataan orang yang menyebut sebagai “strategi marketing” atau “strategi branding”, tapi saya merasa apa yang dilakukan Oprah sungguh berbeda dengan kebanyakan orang berprestasi lainnya.
Di episode minggu ini, Oprah memberikan pengumuman bahwa ia mengambil keputusan untuk mengakhiri acara talk shownya di musim ke-25, yaitu di tahun 2011 nanti. Sisa 18 bulan menuju akhir dari sebuah acara yang sudah menginspirasi jutaan manusia di bumi dan mengantarkan Oprah menjadi salah satu sosok paling berpengaruh di dunia.
Sebuah pembelajaran yang benar-benar saya tangkap kuat adalah, orang yang hebat selalu tahu kapan waktunya mundur. Mereka tidak mundur karena omset turun, rating turun, tren turun, dukungan turun, atau karena alasan-alasan semacam itu. Mereka mundur justru di saat-saat keemasan mereka. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, mengingat kita menjumpai ada banyak orang yang menganut prinsip “aji mumpung”
mumpung masih di atas kalau bisa dimanfaatkan untuk mengeruk benefit sebanyak mungkin. Mumpung masih punya pengaruh kalau bisa terus cari duit sebanyaknya. Bahkan saya seringkali melihat orang-orang yang berusaha kalau bisa di atas selama-lamanya. Maunya Stand Forever. Malahan, hari-hari ini mata saya banyak dibukakan dengan orang-orang yang rela melakukan apapun, menghancurkan orang lain, atau menjegal demi mempertahankan diri dan memegang erat-erat posisi puncaknya.
Salah satu guru kehidupan saya berkata bahwa orang-orang seperti inilah yang disebu sebagai orang tanpa MENTALITAS KELIMPAHAN (Abundance Mentality), yaitu orang yang “susah liat orang senang dan senang liat orang susah”. Boro-boro mundur di saat menduduki puncak, alih-alih mereka malah melakukan apapun yang diperlukan agar selalu di puncak. Padahal, ketika saya melihat Oprah mengumumkan akhir talk show yang ia buat, justru saya lebih simpatik dan saya merasa akan lebih banyak lagi orang yang simpatik, lebih banyak yang menonton acaranya, dan image Oprah semakin positif. Inilah yang disebut dengan “saat kamu memberi, sebenarnya kamu akan menerima juga”.
Sebenarnya bukan hanya Oprah yang melakukan ini. Dalam beberapa masa dalam hidup saya, ada beberapa pemimpin inspiratif dalam hidup saya yang melakukan hal ini. Beberapa diantara mereka melepaskan jabatan kepemimpinan mereka di masa keemasan untuk mewariskan pada generasi berikutnya dan ia sendiri mengambil waktu untuk merenungkan kehidupannya dan mencari panggilan baru apakah yang harus ia selesaikan.
well, memang apa yang dilakukan Oprah bukan hal biasa. Dan sebagian orang yang sinis akan berkata, “Itu kan cuma buat cari sensasi aja biar makin terkenal dan rating acaranya makin tinggi”. Di luar semua pemikiran itu, saya pikir saya ingin belajar menjadi seperti Oprah. Yaitu memiliki kemampuan untuk melepaskan prestasi demi sesuatu lain yang mungkin lebih mulia atau lebih berguna bagi kehidupan banyak orang.
HOT: Emotion for Success!
Buku EQ yang PALING APLIKATIF!

Inilah komentar para profesional terhadap buku ini:
“Belajar dari paduan wisdom tokoh klasik timur seperti Sun Tzu, Mahatma Gandhi, Genghis Khan dan pengetahuan moderen hasil riset barat (misalnya, cara kerja dan fungsi bagian-bagian dari otak), itulah salah satu dari sekian banyak fitur menonjol dari Buku Emotion for Success. Keterpaduan tersebut diramu dengan ilustrasi yang menarik dan cerita yang menggugah semangat, serta dilengkapi dengan tips untuk menghadapi situasi sehari-hari.”
Prof. Roy Sembel
Smart_WISDOM@yahoogroups.com
Chairman CAPITAL PRICE & Penulis buku ‘The Art of BEST WIN’
.
“Tidak hanya membahas Emotional Intelligent secara mudah; bahkan Iwan Wahyudi telah menggunakan Emotional Intelligentnya dalam bertutur kata pada bukunya yang ke-lima belas ini; sehingga rasa dan sisi manusiawi saya secara hakiki tereksplorasi. Dengan bahasa yang lugas, sedikit “gaul” dan penyajian yang ringan, saya banyak diingatkan kembali oleh Trainer muda yang potensial tanpa merasa digurui, bahwa emosi bisa mejadi tuan atau hamba tergantung kemampuan kita untuk menjadi tuan atau hamba. Layak direferensikan untuk Anda yang ingin mengembangkan EQ tanpa harus mengerenyitkan dahi”
Irvandi Ferizal
Direktur Sumber Daya Manusia perusahaan multinasional
Peraih : Global HR Leadership Award dalam World HRD Congress 2009
Pembicara di berbagai seminar
.
“Sebuah buku renyah yang akan memberikan pencerahan bagi kecakapan emosional Anda. Dituturkan dengan langgam yang mengalir indah, buku ini akan memberikan peta jalan bagi insan-insan yang ingin terus bertumbuh menjadi manusia produktif dan sukses.”
Yodhia Antariksa, Msc in HR
Pengelola blog www.strategimanajemen.net
.
“Intelligence quotient + Emotional Intelligence = Sukses. Pak Iwan menuangkannya dengan sangat cerdas kedalam sebuah buku yang menggelitik pemikiran kita untuk berpikir kembali mengenai betapa pentingnya EQ dalam kesuksesan kita. I strongly recommend it”
Roy Wirya Subrata, SE, C.Ht
Founder of Life Excellent Center (LEC)
Training & Seminar Organizer
.
“Sumbangan yang sangat berharga utk pengembangan pribadi, termasuk di dunia kerja. Energi yg sering terbuang percuma karena tidak mampu memahami dan mengelola emosi diri dan orang lain secara tepat, bisa dijadikan potensi yang sangat dasyat untuk menunjang sukses diri dan team. Paparan yg mudah dicerna dengan contoh2 ringan seakan membentangkan realita hidup utk refleksi, belajar dari keseharian kita demi meraih sukses”.
Josef Bataona
Direktur Human Resource PT Unilever Indonesia Tbk
.
“Membaca Emotion for Success mengingatkan saya betapa pentingnya emosi diri seseorang untuk dapat mencapai sukses yang dia inginkan. Buku ini memberikan penjelasan yang mudah dicerna tentang berbagai pola emosi yang ada di dalam diri kita dan yang paling penting buku ini membuka mata kita untuk bagaimana mengelola emosi yang benar di kehidupan sehari-hari dan juga dalam kehidupan profesional kita. Think. Feel. Act! Emotion for Success penting untuk dibaca!”
Iman Hidajat
Editor-in-Chief Weddingku
.
“Sudah saya buktikan dalam karir saya sebagai dosen selama 40 tahun di Universitas Trisakti bahwa apa yang ditulis dalam buku ini benar terbukti. Lulusan dengan IQ terbaik akan menjadi ahli dalam bidang namun tidak sukses dalam hidup,namun yang mempergunakan EQ itu jauh lebih berhasil. Buku ini saya kategorikan excellent dengan gaya bahasa kontemporer yang enak dibaca, dilihat dan dipahami. Sangat komunikatif, ilustratif dan inspiratif. Saya bangga dengan generasi muda seperti Iwan Wahyudi.”
Samuel Tirtamihardja
Presdir Radio Heartline Network & Guru Besar Universitas Trisakti.
.
“Transformasi diri yang hakiki, untuk mencapai keberhasilan hidup, diawali dengan peningkatan kesadaran diri dengan menyadari, mengetahui, menerima, dan mengerti emosi yang timbul dan tenggelam di wilayah kesadaran. Setiap emosi adalah bentuk komunikasi dengan pesan dan kebutuhan yang spesifik. Pengalaman saya dalam membantu sangat banyak orang untuk menjalani dan mengalami transformasi diri, baik melalui workshop yang saya selenggarakan atau sesi konseling terapi personal, membuktikan bahwa kecerdasan emosi adalah faktor penting yang berpengaruh sangat signifikan untuk sukses. Buku ini sangat saya sarankan untuk dibaca karena selain ditulis dengan bahasa yang lugas juga dilengkapi dengan tips yang mudah dipraktikkan.”
Adi W. Gunawan
Indonesia Leading Expert in Mind Technology
Penulis 15 buku best selller antara lain: “Quantum Life Transformation” dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”
www.adiwgunawan.com | www.quantum-hypnosis.com
.
” Buku ini sangat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mendapatkan tips-tips praktis untuk mengelola Kecerdasan Emosional yang sangat berperanan bagi seseorang untuk dapat mencapai Kesuksesan jangka panjangnya yakni dengan mencapai potensi diri sepenuhnya yang diberikan Sang Pencipta “
Gani Gunawan Djong
Motivator dan Pemerhati Pendidikan
.
“Amazing, buku ini disusun seorang trainer muda yang mempunyai passion yang tinggi terhadap EQ, sangat menarik, praktis, penuh ilustrasi dan contoh nyata dalam kehidupan kita, Baca dan praktekkan buku Emotion for Success® dan Be The Winner!”
Rudy Lim
Inspirator Muda No.1 Indonesia
Motivator, Trainer, Entrepreneur & Public Speaker
Founder of The Winners Club – Indonesian Next Leader
www.rudylim.com
.
“Ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang membuat kita kecewa, sedih bahkan terusik ego kita, selalu saja ada dua pilihan. Jalur yang sering kita tempuh menentukan dimana posisi kita saat ini berada. Buku ini memberikan pilihan yang tepat agar anda tidak salah jalur!”
Erwin Parengkuan
Presenter; Pemilik sekolah public speaking; Penulis buku “Talk-Inc.”
.
“Selamat kepada saudara saya, Bro Iwan Wahyudi, di tangannya lahir sebuah buku yang sangat unik dan luar biasa, buku yang cenderung berwarna Merah ini akan membuat para pembacanya menjadi semakin bersemangat, apalagi ditambah dengan pendapat para ahli dan juga cerita-cerita yang sangat luar biasa, membuat membaca buku ini akan membuat emosi untuk sukses menjadi semakin tumbuh subur. Perhatian untuk para pembaca buku ini : Membaca dan Mempraktikkan isi buku ini di dalam hidup Anda dengan Antusias akan membuat Anda menjadi lebih cepat meraih kesuksesan yang Anda cita-citakan di dalam hidup Anda.”
Johanes Ariffin Wijaya
Motivator – Life Inspirator
Penulis Buku “Rahasia Kaya dan Sukses Pebisnis Tionghoa” dan “2012 MOTIVITAMIN HIDUP SUKSES, PASTI DAN TERBUKTI”
.
“Hal yang menarik dari buku ini adalah sifatnya yang praktis. Mengikuti ajaran Daniel Goleman (1995) yang fenomenal, buku ini mendukung hipotesis bahwa kecerdasan emosi adalah faktor penentu keberhasilan dalam karier dan kehidupan seseorang. Berbagai tips yang disampaikan penulis akan menolong pembaca untuk mudah menerapkan gagasan termaksud dalam kehidupan sehari-hari. Bacalah!”
Andrias Harefa
Mindset Therapist dan Penulis 35 Buku best-seller, Trainer-Speaker Coach Berpengalaman 20 Tahun
Pendiri www.pembelajar.com
.
“FUNtastic! Ringan tapi berbobot, tipis tapi tebal dengan makna. Emosi yang misterius menjadi sangat mudah dipahami, bahkan oleh orang awam sekalipun. Buku ini adalah jembatan terbaik dalam menjelajahi rumah jiwa yang lama ditinggalkan. Selamat dan SUKSES!!!”
Tom MC Ifle
Direktur PT.iCOACH Illuminasi, Master Coach
Best Selling Author Profit is King dan Big Brain
Top 100 Coach in the World
